Legenda Dewa Harem

Chapter 392: Hati yang Tersakiti



"Mati!" Tom meraung keras, tetapi tatapan mata Randika acuh tak acuh. Tangan kanannya mengulur ke atas dan menangkap Tom yang berada di udara?

APA!?

Tom yang tercekik itu terkejut setengah mati ketika melihat sosok Randika. Hatinya tidak bisa berhenti gemetar ketakutan.

Apa dia masih manusia?

Mata merah seperti darah, nafsu membunuh bagaikan binatang buas, dia merasa bahwa Randika yang sekarang adalah orang yang baru saja keluar dari lautan darah.

"Kamu …Mati!"

Tangan kanan Randika dengan keras melempar Tom kembali ke udara. Dalam sekejap, Tom sudah bagaikan bola yang terlempar jauh. Tubuhnya tidak bisa berhenti berputar dan melayang menuju pintu kuil.

Hati Tom sudah dikuasai oleh ketakutan, kenapa rencananya ini menjadi berantakan? Kenapa Randika tidak terpengaruh oleh racunnya?

Mustahil, barusan saja Randika menjadi lemah. Kenapa dia mendadak menjadi seperti ini?

Pada saat ini, ketika Tom masih berputar di udara, hanya dengan satu hentakan kaki, Randika tiba-tiba sudah berada di bawah Tom!

Tom merasa bahwa hidupnya dalam bahaya, tetapi dia sama sekali tidak berdaya karena dia sendiri masih berputar di udara.

Randika melayangkan sebuah pukulan ke atas. Tom hendak menahannya tetapi kekuatan yang besar terus berusaha menembus dirinya.

DI bawah serangan ini, tulang Tom merasa bahwa dirinya hendak patah.

Tom benar-benar terkejut. Tangannya sudah kehilangan kekuatannya, dia sudah tidak bisa merasakan apa-apa.

Ya Tuhan, kekuatan apa ini?!

Tom tidak punya waktu untuk memikirkannya, setelah serangan pertama Randika, dia menggenggam erat tangan Tom dan melemparkannya ke arah tembok.

Sama seperti ketapel, Tom melesat cepat dan menembus ke dalam tembok.

Kepala Tom sudah bersimbah darah dan seluruh tubuhnya sudah penuh dengan debu. Topengnya sudah lama copot dan memperlihatkan wajahnya yang kesakitan. Tetapi sebelum dia bisa bereaksi, Randika sudah menangkapnya dan berdiri di atasnya.

Sama seperti bola pingpong, Randika membanting-banting Tom berkali-kali.

Ini sangat gawat!

Hati Tom sudah dikuasai oleh ketakutan dan perasaan ngeri. Kekuatan Randika benar-benar mengerikan, jika ini terus terjadi, dia sudah pasti akan mati!

Tom terlempar sekali lagi, Randika terlihat berhenti dan sedang menunggu lawannya ini untuk berdiri. Ketika Tom berusaha berdiri, Randika sudah melesat dan melancarkan sebuah tendangan mematikan.

Dia berputar-putar seperti tornado, kakinya seolah-olah siap menyedot nyawa lawannya dengan sekali sapuan.

Tom ingin menghindar, tetapi semua sudar terlambat.

KRAK!

Suara tulang yang patah dapat terdengar keras, serangan Randika telah mengenai kaki kanan Tom. Dalam sekejap, Tom yang berusaha berdiri itu langsung terkapar di lantai. Dia merasa bahwa tulang kakinya sudah patah menjadi 2.

Rasa sakitnya mulai menyebar ke seluruh tubuh, bahkan sebelum dia bisa mengerang kesakitan, dia sudah menerima pukulan Randika yang berikutnya.

DUAK!

Suara ledakan teredam dapat terdengar, Tom dipukul dengan keras saat dia meringkuk di lantai. Randika berdiri di atas tubuh Tom dengan wajah yang datar.

Tom tidak bisa berhenti terbatuk, topengnya benar-benar sudah hancur lebur. Wajah tampannya sudah dipenuhi oleh darah dan air mata ketakutan mulai mengalir dari kedua sisi matanya. Dia dapat merasakan bahwa serangan barusan telah mematahkan tulang rusuknya.

Dengan kaki kanan yang patah, baju compang-camping, dia terkapar tidak berdaya di lantai.

Kenapa?

KENAPA!!!

Hati Tom benar-benar tidak rela menerima kekalahan ini. Dia sudah menyusun rencana ini dengan sempurna bahkan melakukan pendekatan yang penuh dengan kesabaran. Kenapa dia masih bisa terkapar di lantai?

"Sudah kubilang, kamu terlalu lemah." Kata Randika dengan santai.

Kedua mata Tom masih mengandung rasa terkejut. "Mustahil, kenapa kamu bisa tidak terpengaruh oleh racunku?"

"Tidak ada yang bisa membunuhku." Tatapan mata Randika terlihat dingin. "Yang akan mati hari ini adalah kamu."

"Hahaha! Argh…" Tom mendengus dingin. "Bahkan jika aku kalah, apakah kamu yakin kamu bisa membunuhku?"

Randika mengerutkan dahinya, namun pada saat ini, ada suara yang berteriak ke arahnya. "Kak! Kakak!!"

Hannah?

Dalam sekejap, Randika menoleh dan melihat ke arah pintu. Hannah lari menghampirinya sambil menangis. Dia terlihat berantakan tetapi setidaknya dia terlihat baik-baik saja.

"Hannah!" Randika benar-benar merasa lega, dia langsung berlari ke arahnya. "Han, kamu baik-baik saja?"

Wajah Randika penuh dengan kekhawatiran.

"Ah! Siapa kamu? Jangan dekat-dekat! Pergi sana!" Hannah berteriak dengan panik, dia berusaha menghindari Randika.

Randika panik. "Han, aku kakak iparmu Randika. Apa kamu lupa?"

Meskipun Randika tidak tahu apa yang telah terjadi pada adik iparnya ini, sepertinya dia memahami bahwa mental Hannah sedang tidak stabil. Dia terlihat seperti anak kecil yang ketakutan.

Randika benar-benar merasa sakit hati, ini semua adalah salahnya.

"Kakak… kamu di mana?" Hannah mulai menangis di tanah. Ketika Randika berusaha memeluknya, sekali lagi Hannah berteriak dengan keras. "Jangan sentuh aku! Aku tidak kenal kamu!"

Hannah mengambil langkah mundur, Randika benar-benar sakit hati.

"Han, ini aku. Aku itu kakak iparmu. Sudah kamu tenang dulu, semuanya sudah terkendali." Randika berhasil menangkapnya dan menenangkannya.

Setelah dipeluk oleh Randika, sepertinya Hannah mulai berhenti memberontak dan menjadi tenang. Walaupun begitu, tubuhnya masih gemetar.

"Sudah, sudah, semuanya sudah berakhir." Randika mengelus rambutnya.

"Kakak… Kakak…" Hannah masih terus bergumam.

Ketika mereka berdua masih berpelukan, pada saat ini, tiba-tiba sebuah pisau muncul di tangan Hannah. Tanpa disadari, pisau itu menancap di area jantung Randika.

Wajah Hannah memperlihatkan ekspresi dingin dan bengis, dia menusukkan pisau itu tepat di jantungnya.

Randika sama sekali tidak bisa bereaksi, rasa sakit mulai menguasai dirinya.

Hannah berusaha membunuh dirinya?

Randika membuka matanya lebar-lebar, dia tidak percaya Hannah akan melakukan hal seperti ini.

...

Di depan kuil ini, suasananya benar-benar sepi. Angin berhembus dengan bebas dan membawa sensasi musim semi.

Pada saat ini, Randika masih memeluk Hannah dan pisau itu menancap di daerah jantungnya.

Namun, sepertinya pisau itu tidak bisa menancap lebih dalam lagi meskipun Hannah sudah memakai bobot tubuhnya untuk mendorongnya.

Untungnya saja, mode Berserk Randika masih aktif. Perlu diketahui bahwa kekuatan misteriusnya itu jauh lebih kuat daripada tenaga dalamnya. Jadi saat dalam mode Berserk, kekuatan misteriusnya ini melindungi inangnya dari serangan fisik maupun dari dalam tubuh.

Pisau itu masih menancap di dada Randika. Meskipun darah terus mengalir, sepertinya mode Berserknya masih melindungi dirinya.

"Han, kamu kenapa?" Ada jejak-jejak kesedihan di mata Randika. Namun wajah Hannah seakan-akan menunjukan bahwa dia sudah menjadi gila.

"HAHAHAHA!"

Tawa yang keras dan liar dapat terdengar dari belakang. Tom berdiri dan terlihat sangat puas. "Aku tidak menyangka bahwa kamu masih belum mati karena serangan itu."

"Apa yang kamu lakukan padanya?" Nada suara Randika benar-benar dingin.

"Racun." Tom mengeluarkan sebuah pil dan menelannya. Dengan cepat luka-luka di tubuhnya mulai membaik. "Tetapi berbeda dengan racunmu, aku berhasil menguasai otaknya. Otaknya sudah tidak tahu mengenal dirinya itu, aku lah yang mengendalikan dirinya sepenuhnya!"

"Tetapi aku memang tidak berharap banyak dengan perempuan bodoh itu. Kalau kamu memang bisa dibunuh semudah itu, aku tidak perlu repot-repot."