Legenda Dewa Harem

Chapter 332: Pembersihan



Serigala mengangguk. "Baiklah, cepat kita selesaikan pekerjaan kita."

Di lain sisi, Singa sedang mengacungkan pistolnya kepada seorang gangster tepat di dahinya. Setelah membunuh seluruh teman-temannya dan bosnya, Singa menyisakan seorang ini untuk menyebarkan cerita pembantaian ini. Bagaimanapun juga, dia harus menyebarkan nama agung tuannya.

Melihat Singa dan anak buahnya pergi, gangster itu menghela napas lega sebanyak-banyaknya. Wajahnya sudah benar-benar pucat dan punggungnya sudah basah oleh keringat.

"Kota ini akan bermandikan darah malam ini."

......….

Arena tinju bawah tanah Cendrawasih, Phoenix Gym

Phoenix gym merupakan sarang dari geng nomor satu di kota Cendrawasih yaitu geng Black Blood.

Tentu saja, sarang ini bukanlah sarang utama dari Black Blood. Phoenix gym dijadikan tempat Black Blood menaruh pasukannya, hal ini sudah cukup membuat mereka menjadi geng nomor 1 di Cendrawasih.

Cabang dari Black Blood ini sudah bertahun-tahun berada di Cendrawasih dan sudah mengakar dengan kuat. Arena tinju illegal ini dibuat oleh mereka dan merupakan tempat yang cukup bagus untuk menghasilkan uang. Pertarungan sampai mati itu bisa mendatangkan kekayaan bagi si pemenang dan kematian bagi yang kalah.

Sekarang ini, dua orang sedang bertarung mempertaruhkan nyawa mereka. Namun petinju dari Eropa itu memberikan pukulan keras pada lawannya hingga dia terjatuh.

Tapi pertandingan belum selesai. Pemuda dari Bandung itu berdiri dengan kaki yang gemetar dan mengelap darah di mulutnya. Dengan sekuat tenaga, dia kembali bertarung dengan lawannya.

Darah yang mengalir dan kekerasan yang tidak bisa dilihat dari olahraga tinju biasa membuat darah para penonton menjadi mendidih, khususnya yang bertaruh.

"Bunuh dia, bunuh!"

"Orang Eropa itu tidak kalah-kalah sejak seminggu yang lalu, percuma anak itu tetap berdiri."

"Sialan, aku kira 2 ronde sudah cukup untuk menghabisi bocah itu."

"Tahu gini aku masang bocah itu dapat bertahan sampai ronde akhir!"

Di sebuah ruangan VVIP di barisan paling atas dari arena ini, duduk seorang pria paruh baya. Matanya menyapu semua penonton yang bersorak, dia mengangguk puas dengan volume penonton ini.

Dia adalah pemimpin dari Black Blood cabang Cendrawasih yang dijuluki sebagai Robert si anjing gila.

"Pak Robert, ini hasilnya malam ini. Tolong diperiksa." Seorang bawahannya memberikannya sekoper uang beserta catatan jumlah uangnya.

Robert hanya mengibaskan tangannya. "Coba kamu lihat ke bawah, apa yang kamu lihat? Aku hanya melihat orang-orang heboh dengan sendirinya dan memasang uang mereka. Tidak peduli berapa uang yang kita hasilkan, itu semua masih kecil apabila kita menambahkan narkoba di menu kita. Bagaimana proses supplier kita?"

Dengan cepat bawahannya itu memberitahu proses perkembangannya. Robert mengangguk pelan dan kembali menatap arena. Namun, tiba-tiba dia mengerutkan dahinya. Petinju Eropa itu berhasil mematahkan leher petinju dari Bandung dan sekarang dia sedang berselebrasi. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang menaiki arena.

Para penonton ini semuanya bingung, ada apa ini? Kemudian mereka tertawa, apa orang itu mau membalaskan dendam temannya yang mati itu? Bodoh sekali dia menantang orang Eropa.

"Hei, hei, cepat aku bertaruh 10 juta buat orang Eropa itu."

"Bunuh dia!"

Merasa bahwa ada petarung baru yang akan bertanding, para penonton ini makin menggila. Seorang staf menghampiri Dion dan berusaha membujuk Dion untuk keluar dari tempat ini karena sekarang bukanlah gilirannya untuk tampil. Dion hanya terdiam, dia lalu menampar staf tersebut dengan keras. Gigi yang copot sekaligus diikuti dengan darah langsung menghujani para penonton. Sedangkan staf tersebut sudah terkapar tidak sadarkan diri.

Melihat adegan ini, para penonton terkejut dan bawahan Robert langsung bertanya pada bosnya. "Tuan, apa kau ingin aku mencegahnya?"

Robert terdiam sementara waktu, dia lalu berkata setelah beberapa saat. "Usir dia keluar."

Bawahannya tersebut lalu membawa beberapa orang bersamanya dan berjalan keluar menuju arena.

Para penonton yang sudah terlanjur memasang taruhannya itu mulai ketakutan sedangkan yang belum langsung berbondong-bondong memasang buat Dion.

"100 juta untuk pendatang baru!"

"50 buat pria hitam itu."

Taruhan demi taruhan dipasang untuk mempertarungkan Dion dengan petinju Eropa tersebut.

Melihat penghinaan ini, petinju Eropa itu mulai marah dan sudah mengeluarkan aura membunuhnya.

"Jika kau berani melangkah, jangan salahkan aku jika mencabut nyawamu." Dion dengan santai meremehkan petinju Eropa tersebut. Mendengar kata-kata ini, jelas dia merasa tersinggung dan langsung menerjang ke arah Dion.

Sebuah tinju yang keras melayang ke arah wajah Dion tetapi Dion terlihat tenang dan tidak bergerak. Ketika sorakan para penonton itu makin keras, situasi pertarungan mengarah pada situasi yang benar-benar tidak terduga.

Tinju Dion bertemu dengan tinju orang Eropa tersebut. Namun, wajah orang Eropa itu benar-benar terlihat pucat pasi.

Tinju Dion sudah bagaikan baja yang menghantam keras tangannya, jelas bahwa tulang jari-jarinya itu sudah hancur.

Petinju Eropa itu mundur beberapa langkah dan menatap takut pada Dion. Dion lalu berjalan maju dan melayangkan sebuah pukulan tepat di wajahnya.

Ketika para penonton melihat bahwa petinju Eropa itu mundur, mereka sudah mengerti apa yang akan terjadi berikutnya maka dari itu mereka memberinya semangat. "Jangan menyerah! Habisi dia! Kami bertaruh banyak untukmu!"

Petinju Eropa itu mengangkat kedua tangannya di depan wajahnya untuk mencoba menghalau serangan Dion. Tetapi semua sudah terlambat, tinju Dion sudah mendarat tepat di wajahnya. Sorakan para penonton yang riuh itu langsung terdiam ketika melihat darah bermuncratan dan gigi yang terlempar.

Dalam sekejap suasana arena tinju illegal ini sunyi senyap.

Dion yang berhasil menjadi pemenang itu menatap ruangan VVIP yang ada di atas.

Pada saat mata Dion mengarah padanya, tubuh Robert sudah gemetar tidak karuan. Dia merasa bahwa tatapan itu bisa membunuhnya kapan saja.

Keringat dingin mulai memenuhi dahi Robert, wajahnya terlihat tegang. Dia baru pertama kali merasakan perasaan tertekan seperti ini.

Pada saat yang sama, bawahan Robert yang membawa beberapa temannya itu sudah mengepung Dion. Namun, pasukan Dion yang membaur dengan para penonton itu berdiri semua dan mengeluarkan senapan serbu mereka.

DOR! DOR! DOR!

Suara senapan yang ditembakkan itu mengejutkan semua orang. Suasana sunyi senyap itu berubah menjadi kacau dalam sekejap. Dion sendiri berjalan menghampiri ruangan VVIP dengan santai.

......

Tidak ada yang tahu apa yang telah terjadi di ruangan VVIP. Keesokan harinya Dark Blood, geng nomor 1 di Cendrawasih, telah resmi mengeluarkan diri mereka dari kota Cendrawasih!

Semua dunia bawah tanah di Cendrawasih mengalami hal yang sama, mereka telah diserang oleh pasukan yang datang entah dari mana. Semalam merupakan neraka bagi mereka semua.

Seluruh geng berkekuatan besar ataupun sedang telah dihancurkan tanpa alasan yang jelas, serangan itu benar-benar terlalu mendadak. Mereka hanya punya 2 pilihan yaitu menyerah atau mati.

Dalam sehari kekuatan kegelapan dari kota Cendrawasih telah hancur lebur. Keesokan paginya, sudah tidak ada geng yang berkuasa di Cendrawasih.

Dalam sehari, bulan yang bersinar indah itu diwarnai oleh merah darah.

Pada saat yang sama, Randika memberikan perintahnya pagi hari itu juga. Dalam sekejap, semua orang yang tersisa di dunia bawah tanah itu mencari seorang penjual yang menjual bahan peledak.

Karena mereka sudah menyerah pada pasukan Ares, semua gangster yang selamat itu bekerja dengan tekun demi mencarikan informasi bagi Randika.

Ketika Randika sedang sarapan, HP Randika bunyi.

Ketika dia membuka pesannya, foto dan informasi mengenai Anna terpampang jelas. Di dalam pesan itu juga ada bahan peledak apa yang dia beli dan hotel mana dia menginap.