Legenda Dewa Harem

Chapter 323: Artikel Internet yang Menipu



Ketika mendengar kata-kata itu, Christina menghela napasnya dan menghampiri Randika. Ketika orang-orang melihat Christina, mereka semua menjadi bersemangat. Benar-benar perempuan yang cantik, pikir mereka. Sangat disayangkan perempuan secantik itu dimiliki oleh orang yang berwajah biasa.

Jika Randika tahu bahwa orang-orang itu mengejek dirinya, mungkin dia sudah menghajar mereka semua. Berwajah biasa? Apa mereka tidak tahu orang sejentelmen seperti dia ini sangat tampan? Bahkan bunga tercantik di kota ini sudah menjadi istrinya, mana mungkin dia berwajah biasa?

Dengan pola pikir seperti itu, tentu orang-orang itu akan jomblo seumur hidup.

Menerima uang dari tangan Christina, Randika menyodorkan uangnya tersebut ke dalam genggaman si pawang. "Ambil uang itu, jangan berani-berani meminta lebih. Mulai hari ini monyet itu adalah milikku."

"Kau!"

Si pawang itu mulai marah, tetapi merasakan aura yang dimiliki oleh Randika, si pawang ini tidak berdaya. Setelah beberapa saat menatap tajam Randika, dia berbalik badan dan pergi dari tempat itu.

Si monyet itu terlihat senang ketika melihat pawangnya itu pergi meninggalkan dirinya.

Kemudian Randika mengambil HPnya dan menelepon Deviana. Ketika mendengarkan permintaan Randika, Deviana terdengar dingin. Namun, dia tidak bisa menolak permintaan Randika tersebut.

Sambil menunggu kedatangan Deviana, Randika bermain dengan si monyet bersama dengan Christina.

Tidak lama kemudian, sebuah mobil polisi parkir tidak jauh dari taman dan polisi tersebut menghampiri Randika.

"Permisi, apakah Anda pak Randika?" Kata si polisi muda itu sambil tersenyum.

"Benar, kamu siapa ya?" Randika terlihat bingung.

"Aku diutus oleh ibu Deviana untuk menggantikannya. Beliau sedang tidak bisa keluar dari kantor." Jawab si polisi. Dia lalu melihat monyet yang duduk di pundak Randika dan berkata padanya. "Apakah ini hewan yang perlu diserahkan pada kebun binatang?"

Randika lalu memberikan monyet itu pada si polisi. "Benar, tolong bantuannya."

"Tidak masalah." Polisi itu kembali tersenyum. "Aku dengar dari Ibu Deviana kalau Anda sudah sering membantu kami jadi permintaan seperti ini jelas tidak sebanding dengan jasa Anda."

Melihat polisi itu pergi bersama si monyet, Randika menggaruk-garuk kepalanya. Apa namanya itu sudah menyebar di kepolisian kota ini?

Randika dan Christina kembali menikmati keindahan taman ini berdua. Setelah berjalan beberapa menit, Christina berkata pada Randika. "Kalau begitu aku pulang dulu ya."

"Eh? Secepat itu?" Wajah Randika terlihat pahit. "Kita sudah lama tidak bersama-sama, apa kita tidak berjalan lebih lama lagi?"

Mendengar kata-kata ini, Christina menatap tajam Randika. "Kamu pikir aku baru mengenalmu sehari saja?"

Randika tidak bisa terlihat malu ketika mendengar jawaban Christina ini. Sialan, sejak kapan rencananya bermesraan itu terkuak? Atau jangan-jangan ini cuma gertakan?

Seiring berjalannya waktu, sifat Christina sudah berubah jauh dari sebelumnya. Awalnya dia adalah perempuan dingin yang tidak ingin dekat dengan pria manapun. Tetapi setelah bersama dengan Randika, perempuan cantik berintelektual ini menjadi gadis kecil yang baru pertama kali merasakannya bagaimana jatuh cinta. Namun, dia masih belum terbiasa bermesraan dengan Randika.

"Kalau begitu sayang sekali, aku padahal sudah mempersiapkan hadiah untukmu." Kata Randika sambil menghela napas.

"Hadiah apa?" Christina mulai penasaran.

"Kalau begitu ikuti aku." Randika kembali menggandeng tangan Christina dan mereka berdua tiba di sebuah dinding yang sepi.

Christina bersandar di tembok dan menatap Randika yang menaruh tangan kanannya di atas tembok persis di samping wajahnya. Keduanya saling menatap satu sama lain.

Satu detik, dua detik, tiga detik telah berlalu.

"Terus? Apa ini hadiah yang kamu maksud?" Akhirnya Christina tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, wajahnya benar-benar terlihat bingung.

"Hmm? Kamu tidak merasakan apa-apa?" Randika sendiri terlihat bingung, bagaimana caranya melakukan kabe don [1]?

"Hah? Kamu ngomong apaan sih?" Christina benar-benar bingung. Dia sendiri heran kenapa Randika tiba-tiba menyuruhnya bersandar di tembok seperti ini. Memangnya apa yang seharusnya dia rasakan?

Randika benar-benar terkejut, artikel yang dia baca di internet jelas mengatakan kabe don ini akan membuat suasana menjadi romantis.

Sepertinya posisinya yang salah, dia harus menggantinya.

"Sebentar, biarkan aku mencobanya lagi." Kata Randika. Dia mengambil kembali tangan kanannya lalu menamparkannya ke dinding. Untuk memperdalam suasananya, tubuhnya itu sudah condong ke depan.

Keduanya lalu bertatap-tatapan sekali lagi. Satu detik, dua detik, tiga detik telah berlalu.

"Sudah cuma itu saja?"

"Kamu beneran tidak merasakan apa-apa?" Tanya Randika.

"Jujur aku tidak tahu apa yang sedang kamu lakukan ini." Christina terlihat bingung. "Aku sendiri tidak merasakan apa-apa."

Randika kehabisan kata-kata, internet telah menipunya! Katanya dengan melakukan kabe don ini suasana akan menjadi romantis dan perempuan yang awalnya malu-malu akan pasrah dan mengatakan perasaannya yang sesungguhnya ketika terpojok seperti ini. Ternyata semua itu hanyalah tipuan!

Pasti ini tipuan, tidak mungkin Randika yang tampan dan gagah ini gagal untuk kedua kalinya!

"Bukannya kamu mengatakan ada hadiah untukku?" Kata Christina.

Randika menghirup napas dalam-dalam, meskipun cara internet ini gagal, masih ada caranya sendiri.

"Hadiahku adalah…" Wajah Randika yang memang awalnya sudah dekat dengan Christina itu tiba-tiba mencium bibir Christina!

Christina yang awalnya menolak itu mulai tertelan oleh nikmatnya ciuman mereka ini. Keduanya lalu saling memeluk satu sama lain dan tenggelam dalam atmosfer cinta mereka.

Tiba-tiba ada pria tua yang sedang mengajak anjingnya jalan-jalan berjalan melewati mereka. Ketika anjingnya menggonggong ke arah Randika, pak tua itu memarahinya.

"Dasar anjing bodoh! Sudah jangan ganggu mereka, kalau kamu tetap nakal tidak ada makan buatmu hari ini!"

Anjing itu langsung takut ketika melihat pemiliknya yang ramah itu tiba-tiba marah. Pak tua itu berjalan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dasar anak muda, moral bangsa semakin hancur kalau terus seperti ini.

Tetapi Randika dan Christina tidak sadar akan kehadiran pak tua tersebut, mereka masih tenggelam dalam dunia mereka sendiri. Butuh waktu lama untuk mereka akhirnya berpisah, Christina sudah terengah-engah dan ekspresi wajahnya sudah seperti kecanduan.

Melihat ekspresi dan wajah Christina, Randika tertawa. Sepertinya dia tidak perlu mengikuti arahan internet yang penuh tipuan itu, caranya sendiri sudah membuat perempuan-perempuan klepek-klepek dengan dirinya.

Tetapi sebenarnya, kabe don itu tergantung orangnya. Christina sudah berumur 28 tahun dan dia merupakan perempuan terpelajar. Dia sendiri jarang tertarik dengan adegan romantic.

"Bagaimana hadiahku? Apa kamu menyukainya?" Kata Randika sambil tersenyum.

"Biasa saja, sudah aku mau pulang sekarang." Wajah Christina sudah merah padam, ciuman Randika selalu membuatnya melayang-layang.

"Ingatlah untuk datang lebih pagi besok." Setelah melepaskan diri dari pelukan Randika, Christina berjalan pergi.

Melihat sosok Christina yang menghilang, Randika tertawa.

Setelah pergi dari taman, Randika tidak langsung pulang. Malahan dia pergi jalan-jalan, lagipula dia sudah mengabari kalau pulang agak terlambat.

Setelah sekian lama tidak berjalan-jalan mengelilingi kota, Randika mulai menikmati kebebasannya ini.

Pada pukul 8 malam, akhirnya Randika sampai di rumah.

Ketika dia pulang, dia menemukan hanya ada Inggrid sendirian di rumah.

"Suamiku sudah pulang." Inggrid senang ketika melihat sosok Randika, sekarang dia terlihat sedang memegang panci.

Melihat adegan ini, hati Randika mengepal. Dia dengan cepat berkata pada Inggrid. "Biarkan aku membantumu."

"Sudah kamu duduk saja, sudah mau selesai kok." Kata Inggrid sambil tersenyum

Hati Randika merinding ketika mendengarnya, sepertinya makan malam kedua versi neraka sebentar lagi akan tiba.

Inggrid kembali memasak. Dan kali ini dia tidak membiarkan Randika mendekati dapur karena dia ingin memasak sendirian.

Randika tidak punya pilihan selain menurutinya, dia tidak ingin istrinya itu marah. Tidak lama kemudian, Inggrid telah selesai memasak.

"Sayang, waktunya makan." Kata Inggrid dengan bahagia. Randika melihat isi panci itu dan berkata padanya. "Baiklah, aku akan ganti pakaian dulu."

"Nanti saja sekalian kamu pas mandi." Kata Inggrid.

"Aduh, kepalaku tiba-tiba pusing." Kata Randika sambil memegangi kepalanya.

"Kalau begitu pas, sup sehat yang kubikin ini cocok mengobati penyakit kepala." Inggrid dengan cepat menyeret Randika. Dia lalu duduk di seberang suaminya yang tercinta itu.

Dengan ini Randika sudah kehilangan alasan untuk menolak.

Randika sudah tersenyum pahit, dia tidak berani menolak istrinya ini. Akhirnya setelah diambilkan semangkuk penuh oleh Inggrid, dia mengambil sepotong daging di dalam sup dengan garpunya dan memakannya.

Eh?

Wajah Randika benar-benar terkejut, Inggrid lalu bertanya dengan perasaan gugup. "Kenapa? Apa tidak enak?"

"Tidak, justru masakanmu ini benar-benar enak!" Kata Randika, dia langsung memakan supnya dengan lahap.

Awalnya dia mengira makanan yang dimasak oleh Inggrid ini akan seburuk sebelumnya, tetapi dia tidak menyangka istrinya itu akan berkembang sejauh ini dalam waktu yang singkat. Meskipun aslinya tidak seberapa enak, bagi Randika ini sudah layak dimakan dan jauh lebih enak daripada masakan pertama Inggrid.

Ketika memikirkan betapa hitam dan pahit daging yang dia makan dulu, sup ini jadi semakin enak.

"Apa Ibu Ipah belum kembali?" Tanya Randika sambil makan.

Inggrid yang senang melihat Randika makan dengan lahap itu menjawab. "Belum, Ibu Ipah ngomong kalau dia masih butuh beberapa hari lagi sebelum kembali. Makannya pelan-pelan, jangan terburu-buru seperti itu."

Bagi Inggrid ada tiga hal yang membuatnya bahagia di dunia ini. Pertama adalah bergandengan tangan dengan Randika dan menikmati waktu mereka bersama-sama seakan-akan dunia ini milik mereka bertiga. Kedua adalah melihat Randika makan dengan lahap masakan yang dia buat. Dan ketiga ketika Randika membelai rambutnya dan mengatakan dia adalah perempuan tercantik di dunia.

Ahhh membayangkannya saja membuat Inggrid tersipu malu.

"Hannah di mana?" Tanya Randika.

"Hannah terpaksa mengerjakan banyak tugas karena dia absen hampir 2 minggu. Untungnya saja dosennya itu masih baik hati memberinya tugas." Kata Inggrid sambil tersenyum.

Mata Randika berbinar-binar, berarti malam hari ini mereka akan berdua saja di rumah ini?

Benar-benar kesempatan yang bagus!

Hati Randika langsung membara.

"Sayang bagaimana kalau malam ini kita…." Tatapan panas Randika sudah dapat dirasakan oleh Inggrid, dia hanya mengangguk pelan sambil tersipu malu.

"Aku sudah mempersiapkan gaya baru buat kita dan beberapa cara agar lebih menggairahkan." Randika mulai bersemangat. Melihat ekspresi malu Inggrid, Randika semakin tidak sabar mempraktekannya.

"Habisin makananmu dulu." Inggrid berusaha menutupi wajahnya yang tersipu malu. Tetapi, dia tidak menolak ajakan Randika.

"Baik!"

Randika mulai memakan semua makanan yang ada di atas meja. Lima menit kemudian, seluruh makanan itu tidak tersisa sama sekali dan Randika menatap Inggrid dengan penuh makna. "Selesai!"

Secepat itu?

Inggrid terkejut, dia lalu digendong Randika dan keduanya langsung menuju kamar mereka.

Malam hari ini, desahan nikmat dan teriakan yang memekan telinga itu terus terdengar.

Benar-benar malam yang menyenangkan bagi keduanya.

[1] Secara kasar artinya adalah membentur dinding. Tetapi jika kalian sering membaca manga maupun melihat anime Jepang (khususnya bergenre romantis), terkadang ada adegan beberapa karakter yang menyudutkan orang yang disukainya sambil menempatkan tangan mereka ke tembok. Dalam berbagai cerita, kabe don ini biasanya dilakukan oleh karakter pria yang ingin mengatakan sesuatu ataupun 'mencuri' sesuatu dari karakter perempuannya. Posisi tangan yang diletakkan di tembok itu bertujuan agar lawan bicara tidak kabur.