Legenda Dewa Harem

Chapter 295: Berjanjilah Kamu akan Tetap Hidup Untukku!



"Inggrid, Hannah!"

Randika berteriak dengan keras di tengah udara, wajahnya benar-benar terlihat cemas ketika melihat kedua orang yang disayanginya itu jatuh dengan cepat.

Kekuatan misterius di dalam tubuhnya tiba-tiba menyatu dengan dirinya dan menyebar ke seluruh tubuh.

Dengan bantuan kekuatan misterius ini, kecepatan jatuh Randika jauh lebih cepat lagi dan berhasil memotong jarak dengan Inggrid dan Hannah dengan cepat.

Di bawah mereka, terlihat pohon-pohon besar dengan dahan pohon yang banyak. Namun, mereka tidak bisa melihat kejutan apa yang dimiliki setelah mereka menembus pohon-pohon itu.

"Kak Randika!"

Hannah terkejut melihat sosok Randika yang memegang tangannya, Inggrid juga tidak menyangka bahwa Randika juga ikut meloncat.

Kedua mata pasangan ini bertemu. Randika menatap mata Inggrid yang berlinang air mata, dalam sekejap Randika tahu apa maksud dari tindakan nekat Inggrid ini.

"Bukankah kita sudah berjanji akan hidup bersama hingga tua?"

Dalam sekejap, Randika memeluk Inggrid dengan satu tangan.

"Randika aku…" Inggrid ingin meminta maaf atas kebodohannya, tetapi mereka bertiga sudah nyaris menabrak kumpulan pohon ini!

"Berjanjilah kamu akan tetap hidup untukku!" Kata Randika sambil tersenyum pada Inggrid, nada suaranya benar-benar menenangkan.

Tetapi, tiba-tiba, dengan bantuan kekuatan misteriusnya, Randika melempar Inggrid!

Dalam sekejap, tubuh Inggrid itu melesat menuju pohon besar yang memiliki daun yang banyak dan akhirnya mendarat di sebuah dahan pohon yang besar.

Kekuatan dan akurasi tembakan energi Randika benar-benar tepat, dia berhasil meminimalisir bahaya yang bisa menimpa Inggrid dan mendaratkannya dengan sempurna. Namun, Inggrid masih tetap pingsan karena kepalanya membentur dahan.

Randika sendiri tanpa sadar menatap keras sebuah dahan pohon yang besar.

DUAK!

Randika menerima benturan keras itu tepat di belakang kepalanya, hal ini membuatnya hampir kehilangan kesadaran. Bahkan dahan pohon yang besar itu juga ikut patah dan terjun bersama Randika!

Pada saat yang sama, Hannah masih berada di udara, mulutnya tidak bisa berhenti meminta tolong pada Randika.

"Kak Randika tolong aku!"

Hannah takut setengah mati sedangkan Randika masih berusaha tetap tersadar dan kembali melesat menuju Hannah.

Ketika mereka berdua berhasil melewati pepohonan yang rindang itu, pandangan mereka menjadi jelas. Tetapi ini bukanlah kabar baik, karena apa yang menunggu mereka adalah bebatuan tajam!

Hannah sudah mengompol, dia melambai-lambaikan tangannya berusaha untuk meraih sesuatu. Namun usahanya itu gagal dan dia makin jatuh dengan cepat.

"Han, jangan panik!"

Randika berteriak sekuat tenaga kepada Hannah yang terus terjatuh itu. Pada saat yang sama, dia berusaha mencari sesuatu yang bisa mengurangi kecepatan jatuh mereka.

Kedua orang ini sudah bagaikan titik hitam yang melayang jatuh dari atas tebing menuju kaki gunung. Orang-orang di bawah sama sekali tidak bisa melihat mereka karena saking cepat dan kecilnya mereka. Terlebih lagi, kecepatan mereka ini membuat mereka tidak bisa ditolong.

Hannah terus berteriak histeris selama di udara.

Apa aku akan mati? Rasa pasrah dan tidak berdaya sudah memenuhi hati gadis ini.

"Han, pegang tanganku!" Randika berteriak sekuat tenaga.

Ketika melihat ke atas, Hannah menemukan Randika yang semakin dekat dirinya. Wajah Randika yang terlihat gagah itu mengulurkan tangannya dan berusaha menangkap dirinya.

"Kak Randika!"

Hannah sudah menangis bahagia, namun pada saat ini, mata Randika makin mengecil. Tidak jauh dari Hannah, sebuah batu runcing siap menyambut mereka berdua. Jika mereka jatuh dengan kecepatan ini, sudah pasti batu itu akan menembus kedua tubuh mereka.

Di saat paling krusial, Randika berhasil menangkap tangan Hannah dan mendorongnya ke samping.

Namun, Randika gagal menyelamatkan dirinya dan batu itu menggores perut sampingnya dengan hebat.

CRAT!!

Baju pada bagian samping perutnya itu menjadi penuh dengan darah, untung saja usus Randika tidak sampai keluar dari tubuhnya. Namun, Randika masih belum bebas dari bahaya. Kekuatan misterius di dalam tubuhnya kembali bergejolak dan berusaha mengambil alih inangnya yang melemah itu.

UHUK!

Randika memuntahkan seteguk darah segar. Sementara luka di perutnya itu makin berdenyut dan ternyata daging perutnya itu sudah terkoyak dan hilang di udara.

Di tengah kesakitan ini, Randika menggenggam erat tangan Hannah.

"Kak bertahanlah!" Hannah benar-benar ketakutan dan sudah berlinang air mata.

Randika merasakan rasa sakit luar biasa dari perutnya dan darah tidak bisa berhenti keluar. Terlebih lagi, tenaga dalamnya sedang bertempur dengan kekuatan misterius di dalam tubuhnya.

Menahan rasa sakitnya itu, Randika berkata pada Hannah. "Berpeganganlah yang erat padaku."

Hannah dengan cepat merangkul Randika erat-erat. Di tengah udara, Randika membetulkan posisinya sehingga Hannah bisa merangkul dirinya di punggungnya.

Mereka masih terjatuh, Randika berusaha mencari tempat yang tepat untuk mendarat.

Tetapi, yang ada hanyalah batu-batuan tajam yang akan menyambut mereka.

Randika berusaha mengulurkan tangannya dan bergelantungan di tebing, dia berharap bisa menurunkan kecepatan jatuhnya. Tetapi semua itu percuma, ketika tangannya berhasil meraih sebuah batu, batu itu akan ikut terlepas karena momentum Randika yang terlalu cepat.

Pada saat ini, Randika menyadari ada sebuah pohon yang cukup besar. Hal ini membuat dirinya senang tidak karuan.

"Han, pegangan yang erat."

Dalam sekejap Hannah langsung memeluk leher Randika dengan erat. Kedua dada Hannah yang besar itu segera penyet di punggung Randika, tetapi Randika tidak punya waktu untuk menikmati sensasi empuk itu. Nyawanya masih terancam, jika dia menuruti nafsu birahinya itu maka mereka berdua akan mati hari ini.

Jatuh dari tebing ini merupakan kejadian paling berbahaya yang pernah dirasakan oleh Randika.

Melihat sosok pohon itu makin dekat, mata Randika menatapnya dengan tajam. Dalam sekejap dia berusaha menangkap dahan pohon tersebut!

Kecepatan tinggi itu tiba-tiba menjadi 0, kalau ini bukan Randika maka tangan orang itu sudah pasti patah dan lepas dari sendi bahunya.

Pada saat yang bersamaan, pohon ini menerima seluruh energi yang diberikan oleh Randika dan terus menerus bergetar. Namun, dahan yang dipegangnya itu mulai menunjukan tanda-tanda patah.

Randika belum menyadari suara retakan dahan tersebut, dia masih menikmati udara yang dia hirup itu. Sedangkan Hannah menutup matanya sambil terus memeluk leher Randika.

Setelah menenangkan diri, Randika menoleh ke atas dan menyadari hal buruk tersebut. Dia sampai kehabisan kata dengan nasib sialnya ini.

Bahkan jika dia berhasil selamat berkat pohon ini, kembali jatuh ke bawah sama saja dengan mati. Sepertinya petualangannya jatuh ini masih jauh dari kata selesai.

"Kak apa kita sudah selamat?" Hannah mulai membuka matanya sedikit demi sedikit. Melihat dahannya yang akan patah itu, dia menjadi panik. Bajunya juga sudah compang camping, untungnya dia tidak terluka dan hanya memiliki memar yang sedikit.

"Kakak tidak akan membiarkanmu mati, percayalah padaku." Randika tersenyum pada Hannah.

Namun, senyuman itu juga mengandung kepahitan dan kebencian. Dia pasti akan membalaskan dendamnya ini pada Ivan dan keluarganya itu.