Legenda Dewa Harem

Chapter 253: Dunia Serasa Milik Berdua



Apa?

Randika berhenti berjalan sejenak, sepertinya dia salah lihat. Barusan apakah Viona setuju untuk melakukannya?

Melihat wajah merah Viona, Randika merasa bahwa sosok cantiknya ini makin cantik dan spesial. Sepertinya lebih baik dia sekarang membawanya ke hotel daripada ke bar.

Tidak, tidak, tidak! Ingat Randika, quality needs time! Bangun dulu suasananya baru nikmati momen intim tersebut dengan tangan terbuka.

Randika, yang tersenyum lebar, mengelus pipi Viona dengan tangannya. Mereka berdua saling bertatapan dan tersenyum bahagia.

Mereka tidak menyangka bahwa bahagia itu sederhana, melihat orang yang dicintai senang maka kita akan ikut senang!

Randika sendiri merasa bahwa dia sudah selangkah maju menuju tujuan akhirnya.

Apa tujuan akhirnya?

Tentu saja, kerajaan harem! Dia ingin ketika dia membuka matanya di pagi hari, ada perempuan cantik di kedua lengannya dan 3nya lagi menyiapkan sarapannya selagi dia 'berolahraga' sambil menunggu makanannya.

Hehehe, kita selangkah lebih maju kawan!

Randika dan Viona tidak langsung pergi ke bar, mereka makan malam terlebih dahulu. Keduanya menikmati makan malam ini bagaikan suami istri. Randika tidak pernah melepas tangan Viona selain saat makan. Viona sendiri menikmati momen bahagia ini dengan puas, dia benar-benar beruntung bisa bertemu dengan pria semacam Randika.

Setelah makan malam, waktu sudah menunjukan pukul 7 malam jadi Randika langsung mengajak Viona ke bar. Setelahnya mereka membuka pintu masuk, suara musik yang meledak-ledak langsung memekakan telinga mereka.

Sesampainya dia di bar, Viona menggenggam erat tangan Randika sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia benar-benar penasaran. Ketika dia melihat begitu banyak orang menari di lantai dansa, tatapan matanya berbinar.

"Ran, ayo kita nari." Kata Viona sambil menyeret Randika.

Semua orang menggerakan tubuh mereka. Viona yang berdada besar itu terlihat mencolok ketika dadanya itu bergerak ke sana kemari. Untungnya saja, Randika berhasil mengusir para pria mesum yang memberanikan diri untuk mendekati Viona.

Randika juga menari dengan leluasa dengan Viona, perempuan ini benar-benar menikmati waktunya.

Baginya, Viona benar-benar cantik seperti elf [1]. Dia masih bisa mengingat betapa dirinya ingin membenamkan wajahnya di paha putih yang mulus itu.

Randika sudah tidak sabar lagi mencicipi buah terlarang ini. Terlebih lagi, seharusnya ini adalah pengalaman pertama Viona berhubungan badan, kehormatan ini benar-benar langka di jaman seperti sekarang ini.

"Sayang kemarilah." Randika meletakan tangannya di pinggang Viona. Tangannya Randika perlahan mulai melorot dan merasakan sensasi kenyal. Sebentar lagi dia bisa meremas pantat Viona dengan baik.

Wajah Viona sedikit merah, tetapi perempuan ini tidak menolaknya. Dia justru ingin rangsangan ini lebih intens.

"Sayang, beginilah seharusnya kamu menari." Randika menghembuskan napas hangat di telinga Viona dan kedua tangannya memeluk pinggang Viona.

Tubuh kedua orang ini benar-benar menempel dengan erat.

"Vi, kamu benar-benar cantik." Randika sudah tersihir oleh wajah cantik Viona, tanpa ragu dia mulai menciumnya.

Pada saat yang sama, tangannya yang memeluk pinggang Viona itu mulai berenang ke mana-mana.

Karena saking rame dan berisiknya lantai dansa ini, orang-orang tidak menyadari perbuatan kedua orang ini. Lagipula, mereka semua ada di sini untuk bersenang-senang dan mencari pasangan untuk tidur malam ini. Jadi tidak heran apabila ada yang melakukannya di toilet ataupun di parkiran belakang.

Terlebih, Randika hanya berciuman dengan sedikit meraba. Dia tentu tidak ingin tubuh perempuannya dilihat oleh orang lain. Dan terlebih, dia bukanlah orang yang suka memamerkan hubungannya.

Setelah menikmati lidah Viona yang berenang di mulutnya beberapa saat, Randika melepas bibirnya. Kemudian mereka berdua hanya berpelukan dan merasa dunia ini milik mereka berdua. Lalu Randika berbisik di telinga Viona. "Vi, kenapa hari ini kamu tidak memakai baju yang sexy?"

Viona membuka matanya dan wajahnya tersipu malu. Wajahnya masih menempel di dada Randika. Alasan karena dia tidak memakai baju yang terlalu terbuka lagi karena dia tidak tahu kapan Randika akan kembali, dia merasa percuma menunjukan tubuhnya jika bukan untuk Randika.

"Apa kamu tidak suka aku memakai baju seperti ini?" Viona mulai sedikit ragu mengenai apakah Randika mencintai dirinya atau tubuhnya?

"Bukan begitu maksudku, aku justru lebih suka kamu berpakaian seperti ini. Aku tidak ingin orang lain melihat kecantikan orang yang kucintai." Randika mengelus pipi Viona.

"Baiklah kalau begitu." Viona tersipu malu ketika mendengarnya.

"Ah! Tapi nanti kalau kita berdua saja, pakailah pakaian yang sexy!" Randika menghembuskan napas hangat di telinga Viona. Randika sudah memahami titik erotis milik Viona dengan baik. Seperti Inggrid, Viona memiliki telinga yang sensitif tetapi telinga Viona jauh lebih sensitif.

Viona langsung merasa tubuhnya menjadi lemas, tubuhnya langsung ditopang oleh Randika.

"Vi, ketika kita balik nanti, pakaian dalam seperti apa yang akan kamu pakai untukku?" Randika berbisik di telinga Viona.

"Aku akan memakai apa pun yang kamu mau." Viona makin berani, tubuhnya sudah panas dan api di dalam hatinya sudah membara. Dia sendiri juga bisa menggoda Randika jika dia mau!

"Kalau begitu, aku ingin kamu memakai garter belt dan stocking putih, lalu aku ingin kamu memakai koleksi pakaian dalammu yang sexy itu." Randika tertawa di telinga Viona.

Suara musik bar makin menjadi-jadi tetapi untuk kedua orang ini, dunia ini serasa milik sendiri. Orang-orang tidak memedulikannya dan terus menari tanpa henti.

Mendengar kata-kata Randika ini, Viona menjadi malu. Dia bisa membayangkan dirinya memakai satu set lingerie yang sexy dan Randika yang tersenyum ketika melihat dirinya.

Randika sendiri merasa nafsunya mulai menumpuk. Meskipun dia sudah tidak sabar berhubungan badan, mereka baru saja datang ke bar ini dan terburu-buru melakukannya bukanlah sesuatu yang baik bagi hubungan mereka. Namun, tiba-tiba musik berhenti berputar.

Orang-orang mulai bubar dan memesan minuman. Randika yang hatinya sedikit senang itu mengajak Viona untuk duduk di sofa.

Setelah memanggil pelayan, Randika memesan bir dan beberapa cocktails.

"Vi, kamu bisa minum kan?" Tanya Randika.

Viona mengangguk dan berkata dengan bangga. "Tentu saja aku bisa. Atau jangan-jangan kamu yang tidak bisa minum banyak ya?"

"Oh? Kamu mau bertanding?" Merasakan paha Viona yang menempel, Randika berbisik di telinganya. "Bagaimana kalau begini, kalau kamu bisa membuatku mabuk hari ini, kamu bisa membawaku ke tempat tidur."

Mendengar hal ini, wajah Viona menjadi merah.

Tak lama kemudian, minuman pesanan Randika sudah datang.

"Vi, cobalah ini. Minuman ini benar-benar enak." Kata Randika.

Keduanya lalu bersulang dan minum minuman mereka.

Tidak jauh dari mereka, terlihat bapak-bapak mabuk sedang berkumpul. Dilihat dari jas yang mereka pakai, orang-orang ini terlihat seperti orang sukses. Belum lagi cerutu yang mereka hisap buatan luar negeri.

"Hei, coba lihat ke arah sana. Bukankah perempuan itu cantik?" Seorang bapak menunjuk ke arah Randika dan Viona. Tatapan mata semua bapak-bapak ini menjadi berbinar-binar.

[1] Elf diceritakan sebagai ras yang lebih dulu ada daripada manusia dan lebih unggul dari manusia. Lebih dikenal sebagai peri hutan, elf memiliki ciri-ciri telinga yang runcing dan ahli dalam ilmu sihir.