Legenda Dewa Harem

Chapter 226: Takdir dari Bulan Kegelapan



Para pilot pesawat dari pasukan Ares yang masih sibuk menghindar itu tiba-tiba terkejut ketika mengetahui tuan mereka berada di kapal induk musuh. Dan tembakan yang mengarah pada mereka secara perlahan mulai hilang. Hal ini juga terjadi di kapal mereka.

Melihat hal ini, darah semua orang mendidih dan air mata mereka turun dengan deras. Inilah tuan mereka, raja dari dunia bawah tanah, Ares sang Dewa Perang!

"Ares!"

"Ares!"

"Ares!"

......…

Pasukan Ares ini menyerukan nama tuan mereka, berkatnya mereka semua selamat!

"Semuanya, mari kita susul tuan kita!" Teriak para jenderal dan para letnan.

Di kapal induk lawan, Randika masih sibuk membunuh para awak kapal yang berani menghadapi dirinya.

Aribano sudah kehabisan anak buah untuk diperintah dan sekarang tinggal dirinya yang masih bertahan hidup.

Melihat sosok Randika yang menghampiri dirinya, Aribano ketakutan dan hampir mengompol.

"Tidak!! Hentikan!"

Aribano terus menerus merangkak mundur sambil gemetaran. Tidak lama kemudian, dia membentur sisi kapal dan sekarang belakangnya adalah air laut.

Menoleh ke arah air, dia melihat anak buahnya yang sebelumnya terjun melarikan diri dari Randika itu tertelan oleh ombak. Setelah itu keberadaan mereka sama sekali tidak terlihat.

Ketika dia melihat ke arah depan, dia melihat Randika sudah berdiri tepat di hadapannya.

Ketika dirinya ingin berbicara, Randika sama sekali tidak memberikannya kesempatan. Randika langsung mengulurkan tangannya dan mencekik sekaligus mengangkatnya.

Aribano melayang di udara dengan kaki-kakinya menendang-nendang. Dengan wajah yang datar, Randika meremukan tulang lehernya dan membuang mayatnya ke laut.

Melihat musuh yang sudah dikalahkan, para pasukan Ares yang naik ke kapal induk baru ini langsung menyerukan suara kemenangan.

"Ares! Ares! Ares!"

Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk mengambil alih dan berlayar dengan kapal induk yang besar ini.

"Aku tidak menyangka kita bisa mendapatkan kapal yang keren seperti ini, kapal kita sebelumnya memang terlalu kecil!" Singa masih larut dalam suasana kemenangan ini.

Kapal baru mereka segera berlayar menuju pulau tempat Yuna disekap.

Seharusnya menurut rencana Bulan Kegelapan, perjalanan Randika dkk seharusnya berakhir di lautan ini. Dan untuk memastikannya, Bulan Kegelapan melengkapi kapal induk dengan berbagai macam senjata. Dia sama sekali tidak menyangka Randika akan berhasil mengambil alih kapal induknya itu

Oleh karena itu, pasukan Randika mengalami peningkatan dalam hal senjata. Di bagian penyimpanan kapal, terdapat senapan mesin, senapan serbu, granat dan bazoka.

Semua orang terlihat bahagia sedangkan Randika menatap pulau yang sudah masuk dalam jarak pandangnya.

Bisa dikatakan bahwa rencana yang disusun Bulan Kegelapan sangatlah bagus. Dia bahkan membuat markas di pulau terpencil seperti ini, sepertinya pulau itu bahkan terhapus di peta.

Sambil mengerutkan dahinya, Randika membulatkan tekadnya. Mau markasnya ada berapa, dia harus membunuh Bulan Kegelapan dan Shadow.

Tidak lama kemudian, kapal induk ini perlahan dapat melihat pulau itu. Sepertinya Bulan Kegelapan telah membuat pulau itu menjadi markas militer.

Kawat berduri, barak prajurit, menara jaga dan pasukan patroli dapat dilihat jadi kejauhan.

"Sepertinya waktunya kita mencoba kekuatan asli dari kapal induk ini." Kata Dion pada Randika.

Para prajurit di pulau ini menyambut teman mereka yang pulang itu dengan gembira dan mengirim sinyal rahasia. Namun, pihak kapal sama sekali tidak merespon mereka. Para prajurit tersebut merasakan firasat buruk. Ketika mereka ingin mengirim laporan pada atasan mereka, terdengar suara ledakan yang memekakan telinga.

Semua orang di pulau itu menjadi panik ketika melihat misil dan hujan peluru yang ditembakan ke arah mereka. Pulau ini dibombardir dengan sangat berat!

DUAR!

DUAR!

Suara meriam ditembakan terus terdengar dan para pasukan Ares ini menembakan segala macam senjata dengan perasaan senang. Sekarang giliran mereka yang membantai!

"Rasakan peluruku ini! HAHAHA!" Singa menembakan senapan mesinnya dengan membabi buta.

Kemudian Jin membawa keluar bazoka miliknya dan menembakannya ke menara penjaga. Dalam sekejap beberapa prajurit di dalamnya sudah kehilangan nyawanya dan menjadi bongkahan daging!

Seluruh pasukan merasakan darah mereka mendidih. Semua segala jenis senjata mereka tembakan secara bersamaan dan membuat pihak pulau terkejut dan tidak bisa bereaksi tepat waktu. Mereka hanya bisa bertahan dari serangan musuh tanpa bisa menyerang balik.

Barisan pertahanan pulau sudah porak poranda. Oleh karena itu, kapal induk Randika berhasil dengan selamat mendarat di pantai dan meluncurkan serangan besar-besaran!

Para prajurit di pulau ini awalnya ingin membentuk garis pertahanan yang baru tetapi semuanya sudah terlambat. Persenjataan pasukan Randika benar-benar terlalu berat. Lagipula, Raihan dan Randika ikut bertempur dari awal. Kedua sejoli ini tidak bisa dihentikan sama sekali, mereka merobek setiap pertahanan yang baru saja terbentuk.

Randika dan pasukannya terus maju, mereka akhirnya menemukan gedung yang menyerupai kastil di bagian tengah pulau. Gedung itu dijaga ketat dan memiliki gerbang tersendiri.

"Minggir! Biarkan temanku ini membantu kalian hahaha!"

Jin tertawa keras sambil membidikan bazoka miliknya.

DUAR!

Bersamaan dengan suara ledakan itu, pintu gerbang yang melindungi kastil itu terbuka lebar dan pasukan Ares langsung menyerbu masuk.

Meskipun ada sedikit perlawanan, mereka semua bukanlah tandingan bagi mereka.

Setelah masuk ke dalam gedung, pasukan Dion dan Kyoko langsung berpencar untuk mengamankan semua lantai.

Sedangkan Randika, dia segera menuju lantai paling atas yaitu lantai 3. Semua orang yang menghalanginya akan dia bunuh tanpa ampun, mereka sama sekali tidak berdaya di hadapan seorang Ares.

Tidak lama kemudian, Randika tiba di lantai teratas. Dia membuka sebuah pintu yang terkunci dan masuk ke dalam aula yang gelap. Ketika dia masuk, Randika mengerutkan dahinya. Di hadapannya terlihat sebuah kurungan dan Yuna berada di dalamnya.

Randika, yang tanpa berpikir panjang, langsung menerjang ke arahnya. Yuna, yang mulutnya diikat, berkali-kali meneriakan sesuatu sambil menggelengkan kepalanya.

Hati Randika mengepal ketika menyadarinya, dia berhenti tepat di depan Yuna.

Pada saat dia berhenti, aula yang gelap itu tiba-tiba menjadi terang.

Di bagian samping, tiba-tiba temboknya membuka dan gambar proyeksi seseorang dapat terlihat. Ternyata orang itu adalah Bulan Kegelapan.

"HAHAHA!"

Bulan Kegelapan menatap Randika dan tidak bisa berhenti tertawa.

Randika mengerutkan dahinya dan sama sekali tidak berbicara.

"Ares, aku sudah lama menanti momen ini!"

Di aula yang tertutup rapat ini, suara tawa Bulan Kegelapan benar-benar menggema.

"Aku tidak menyangka kau akan termakan jebakanku ini. Kau kira bisa menemukan Yuna semudah itu? Asal kau tahu, dia juga termasuk perangkapku dasar otak udang! Hahaha! Seluruh gedung ini juga sudah terpasang bom yang luar biasa banyak yang akan membunuhmu dan pasukanmu itu!"

Namun, ekspresi Randika sama sekali tidak berubah dan dia sama sekali tidak berbicara. Dia hanya melihat proyeksi Bulan Kegelapan dengan tatapan kosong.

Bulan Kegelapan merasa jengkel, kenapa orang ini tidak panik?

"Dan semua bom itu akan meledak jika aku menekan tombol di tanganku ini." Bulan Kegelapan lalu menunjukan tombol yang ada di tangannya. "Selama aku belum menekannya, lebih baik kau berdoa dan mengakui dosa-dosamu."

Namun, Randika masih tetap tidak bergerak ataupun terlihat panik.

DUAK!

Bulan Kegelapan memukul tembok di sampingnya dan napasnya terlihat menggebu-gebu. Meskipun dengan kondisi seperti ini, orang itu masih menatap rendah aku?

"Baiklah kalau itu maumu, hari ini nama Ares akan menghilang dari dunia ini!"

Tetapi pada saat ini, mendadak terdengar suara dari arah belakang Bulan Kegelapan. "Aku rasa tidak!"

Menoleh ke arah suara tersebut, wajah Bulan Kegelapan penuh dengan ketakutan. Bagaimana bisa! Bukankah harusnya dia ada di ruangan atas?

"Itu cuma gambar." Kata Randika dengan nada datar. Pada saat yang sama, dia menekan tombol di tangannya. Setelah menekannya, Randika yang berada di lantai 3 itu menghilang dari layar. Yang dilihat oleh Bulan Kegelapan adalah gambar dari alat proyeksi yang dipasangnya di luar pintu.

Ternyata dia sudah tertipu!

Randika sudah tahu, Bulan Kegelapan tidak mungkin berada di lantai teratas. Kalau dia bisa menebak, dia akan berada di ruangan rahasianya dan kemungkinan berada di lantai paling bawah.

Bulan Kegelapan benar-benar marah. Ketika dirinya hendak menekan tombol peledaknya, tangannya sudah dicengkeram erat oleh Randika. Saking eratnya, Bulan Kegelapan merasa kesakitan dan melepas tombol di tangannya. Sesudah itu dia dilempar oleh Randika dan membentur tembok.

Bulan Kegelapan segera berdiri sambil memegangi tangan kanannya yang kesakitan, sepertinya pergelangan tangannya itu telah remuk. Namun, dia harus melupakan rasa sakit itu untuk sementara waktu karena sekarang di hadapannya ada aura membunuh yang sangat pekat tertuju pada dirinya.

Takdir seorang pengkhianat adalah kematian!

Wajah Bulan Kegelapan terlihat panik dan ketakutan, dan pada saat ini, Randika sudah menerjang ke arah dirinya. Bulan Kegelapan ingin melawan balik tetapi kekuatan tempur Randika benar-benar berada di atasnya.

KRAK!

Dalam sekejap, suara tulang tangan kiri Bulan Kegelapan yang patah dapat terdengar jelas. Terlebih, Randika menambahkan sebuah pukulan tepat di dadanya. Bisa dikatakan bahwa riwayat Bulan Kegelapan sudah tamat.

Meskipun terluka parah, Bulan Kegelapan berhasil mundur. Randika berkata dengan nada dingin. "Aku tidak menyangka kamu akan memakai pelindung besi di balik bajumu. Sepertinya itu telah menyelamatkanmu."

Bulan Kegelapan bersandar di tembok dan mulai memuntahkan darah. Namun, tatapan dingin Randika masih dapat dia rasakan.

"Kau kira kau bisa membunuhku?" Bulan Kegelapan tertawa. Randika mengerutkan dahinya dan melayangkan sebuah pukulan. Dalam sekejap, tembok itu berlubang dan Bulan Kegelapan sudah berada di ruangan yang lain.

Randika berjalan menghampirinya dengan perlahan sambil berkata dengan nada dingin. "Tidak ada kata ampun untuk pengkhianat sepertimu."

"Oh ya?" Bulan Kegelapan yang sudah terkapar di lantai itu memasang wajah mengejek.

Randika mengangkat kakinya dan menginjak Bulan Kegelapan. Dalam sekejap, Bulan Kegelapan sudah tidak dapat menggerakan kakinya sama sekali.

Setelah itu, Randika mengangkat kakinya sekali lagi dan mematahkan hidungnya.

Bulan Kegelapan hanya menatap Randika sambil terus tertawa, tawanya sangat menggertakan hati. Bulan Kegelapan yang sekarang sudah tidak bisa apa-apa lagi, dia hanya menunggu ajalnya.

Dan tidak perlu waktu yang lama, Randika memberikan pukulan mematikannya dan membunuh Bulan Kegelapan. Ketika dia memeriksa mayat Bulan Kegelapan tersebut, Randika menyadari bahwa Bulan Kegelapan di hadapannya ini hanyalah sebuah kloning.

Randika langsung merasakan rasa tidak berdaya di dalam hatinya. Dia tidak tahu seberapa banyak kloning yang dibuat oleh Bulan Kegelapan. Kalau seperti ini terus, dia tidak bisa membunuh Bulan Kegelapan yang asli.