Legenda Dewa Harem

Chapter 223: Hangatkan Kasurku



Ketika Randika ingin pergi dari tempat ini, pria yang berasal dari Amerika itu mencengkeram erat tangan Azumi.

Azumi menjadi marah karena tingkah laku pria ini yang terlalu memaksa.

Azumi berusaha melepaskan diri sambil berkata dengan nada dingin. "Aku adalah pemilik dari bar ini. Jika kau terus memaksa seperti ini, berarti kau mengajak perang seluruh bar ini."

"Aku tidak peduli berapa ikan teri yang kamu punya, aku akan mengirim mereka ke liang kuburnya." Kata pria itu sambil tertawa. "Malam ini kamu akan merintih di tempat tidur bersamaku, malam ini kamu adalah milikku!"

Suara pria ini sangatlah keras hingga orang-orang dapat mendengar pembicaraan mereka.

Semua orang yang di bar ini sudah mengetahui reputasi nona Azumi, baru pertama kali ini mereka melihat ada seorang laki-laki yang berani bertindak arogan seperti itu pada nona Azumi.

"Siapa orang asing itu?"

"Aku tidak tahu, tetapi sebentar lagi dia pasti mati."

"Bodoh sekali dia, sepertinya dia tidak tahu kalau sudah menginjak ranjau."

"Terakhir kali laki-laki yang berani berbicara seperti itu pada nona Azumi dilarikan ke rumah sakit dengan luka yang parah. Aku dengar dia sudah tidak bisa berjalan dengan benar."

......….

Semua orang bergosip dengan suara yang pelan, topik yang mereka bahas adalah tindakan berani pria Amerika itu yang memaksa Azumi untuk tidur dengan dirinya.

Ekspresi wajah Azumi benar-benar dingin, tetapi dia tiba-tiba tersenyum. Sepertinya senyumannya mengandung niat membunuh.

"Kalau begitu jangan menangis ketika orang-orangku menerjang ke arahmu." Kata Azumi.

"Sudah kubilang, mau berapa pun yang kamu kirim aku akan mengirim mereka ke liang kuburnya seperti mereka berdua." Kata pria itu sambil tertawa.

Dua pengawal yang dihajarnya sebelumnya masih terkapar tidak sadarkan diri di lantai.

"Kita lihat apakah kau masih bisa searogan ini ketika semua orang menerjang ke arahmu."

"Semua orang?" Pria itu mendengus dingin. "Baiklah tidak masalah. Tetapi ketika orang-orangmu itu sudah kalah semua, kamu harus tidur denganku. Cepat suruh mereka menyerang."

Melihat sifat arogan pria ini, Azumi benar-benar sudah muak. Dengan satu tepukan tangannya, semua pengawalnya yang ada di dalam bar ini berkumpul. Orang-orang yang berada di lantai dansa berhenti menari dan memberikan ruang.

Pria itu menatap semua pengawal itu. Setelah melakukan pemanasan, dia tersenyum pada Azumi. "Kalau begitu mari kita mulai?"

"Kapan pun kau siap." Wajah Azumi terlihat dingin. Dia tidak percaya satu orang bisa mengalahkan seluruh pengawalnya seorang diri. Meskipun teori ini tidak berlaku pada Randika, itu semua karena dia adalah Ares sang Dewa Perang. Azumi percaya bahwa pria biasa seperti orang itu tidak mungkin bisa.

Namun tanpa diduganya, pria Amerika itu menerjang maju dengan kedua tangannya melindungi kepalanya. Pukulan demi pukulan dia layangkan dengan begitu cepat.

Pria ini memiliki tinju yang sangat kuat, pengawal yang berbadan besar itu tidak berdaya terkena pukulannya. Belum lagi, pria ini sangat lincah dan cepat. Meskipun para pengawal itu mengepungnya, dia bisa menghindari sekaligus memberikan serangan balik.

Pukulan demi pukulan berhasil menumbangkan lawannya satu per satu.

Azumi yang melihat hal ini mau tidak mau mulai berkeringat dingin. Satu per satu pengawalnya tumbang dan pria itu sama sekali tidak terluka.

Hasil seperti ini benar-benar di luar dugaannya. Para pengawalnya ini adalah mantan pasukan terlatih jadi kekuatannya bisa dikatakan sangat kuat. Kecuali lawannya seorang ahli bela diri dunia seperti Ares, semua pengacau yang selama ini mengacau di bar ini telah mereka hajar. Namun tanpa diduga, pria dari Amerika ini sangatlah kuat.

Dia sama sekali belum menerima satu pukulan meskipun lawannya lebih dari 20 orang. Setelah dikepung oleh 5 orang, akhirnya satu pukulan mendarat di perutnya. Tetapi baginya, pukulan itu seperti garukan di perutnya.

Setelah beberapa menit berlalu, pria itu masih berdiri dengan kokoh.

"Wah orang itu ternyata kuat!"

"Sepertinya nona Azumi tidak akan tidur malam ini."

"Siapa yang ngira ternyata lawannya itu sekuat itu? Nona Azumi juga pasti tidak menduganya."

Setelah melihat sendiri cara bertarung pria itu, sebagian besar orang mulai mengasihani nona Azumi. Apalagi ketika semua pengawal bar ini sudah terkapar tidak sadarkan diri.

"Bagaimana?" Pria itu menghampiri Azumi sambil tersenyum. "Kamu sudah tidak punya alasan lagi untuk menghindariku."

Melihat pria itu menghampiri dirinya, Azumi mulai cemas. Dia tidak menduga anak buahnya akan kalah semua. Sepertinya tidak ada jalan lain selain menyerah.

Tetapi tiba-tiba, Azumi menyadari keberadaan Randika yang masih duduk dengan santai sambil meminum winenya. Dalam sekejap matanya tampak berbinar-binar.

"Masih belum." Azumi tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Maksudmu?" Pria itu mendengus dingin. "Kamu ingin mengingkari janjimu?"

"Aku sama sekali tidak berkata seperti itu, maksudku adalah kau belum mengalahkan semua bawahanku di bar ini." Kata Azumi.

"Bukankah orang-orang yang tak sadarkan diri itu adalah semua anak buahmu?" Pria itu menunjuk para pengawal yang pingsan di lantai dansa. Azumi menggeleng lalu tersenyum.

"Kalau begitu keluarkan semua sisa orang-orangmu itu. Nasibmu untuk memuaskan nafsuku sama sekali tidak berubah." Kata pria itu dengan nada dingin, dia yakin malam ini akan menikmati tubuh Azumi itu.

Azumi berjalan dan menghampiri Randika. Setelah duduk di sampingnya sambil tersenyum, Randika langsung berkata bahkan sebelum dirinya mampu berbicara. "Kenapa kamu mengganggu acara minumku?"

"Bukankah lebih baik minum bersama temanmu? Apalagi setelah temanmu mengalami hari yang buruk." Dengan nada yang menyedihkan Azumi berusaha meminta tolong pada Randika.

"Oh kasihan sekali kamu." Randika mengangguk tetapi dia sama sekali tidak berniat untuk membantu.

Azumi mulai menggigit bibirnya. "Apa kamu tidak bisa membantuku kali ini saja?"

"Buat apa aku membantumu?" Randika menoleh dan tersenyum. "Bukankah kita hanya rekan bisnis? Berarti ada harga yang harus dibayar untuk jasaku."

Mendengar kata-kata ini, Azumi menjadi marah dalam hatinya. "Kalau begitu, berapa harga yang harus kubayar?"

Randika mengedipkan matanya dan tersenyum, "Hargaku sangat murah. Aku hanya ingin kamu menghangatkan kasurku."

Mendengar kata-kata ini, Azumi mengerutkan dahinya.

Menghangatkan kasur, dia pernah mendengar hal ini dari temannya. Bisa dikatakan di jaman dahulu di negeri tetangga, seorang pembantu pribadi perempuan diharuskan menghangatkan tempat tidur majikannya sebelum waktunya tidur. Tentu saja, para pembantu ini juga berusaha memikat hati tuannya. Dan semua tergantung pada majikannya, jika dia senang dengan pelayanannya maka dia akan berhubungan badan dengannya. Apabila berhasil hamil, para pembantu itu akan diangkat menjadi selir.

Melihat ekspresi tersenyum Randika, Azumi benar-benar marah. Dia ingin menolak mentah-mentah tawaran itu. Tetapi melihat kondisinya yang sekarang, dia tidak bisa menolaknya.

"Kalau tidak mau tidak apa-apa." Randika memalingkan wajahnya. "Sebenarnya aku sedang sibuk jadi aku sedang buru-buru. Omong-omong wine ini enak juga, namamu Akira bukan? Masukan tagihan botol itu ke tagihanku."

Melihat Randika yang hendak pergi, Azumi langsung berteriak. "Tunggu!"

Randika menoleh sambil tersenyum. Dia percaya bahwa Azumi akan membutuhkan dirinya jadi dia terlihat santai.

"Apa kamu menerima persyaratanku? Waktuku itu berharga, tiap detiknya senilai 10 juta yen." Randika pura-pura jual mahal. "Kalau tidak mampu membayarnya dengan uang maka bayarlah dengan tubuhmu itu."