Legenda Dewa Harem

Chapter 189: Randika Sudah Berubah!



Hati Deviana sudah benar-benar penuh dengan kebencian. Dia awalnya menganggap Randika adalah pria mesum dan tidak bisa berhenti bercanda tetapi dia adalah orang yang bisa dirinya andalkan kapan saja.

Tetapi setelah dia merebut ciumannya secara paksa, dia merasa harga dirinya sebagai perempuan telah dilecehkan. Bukannya dia tidak mau berciuman dengan Randika, tetapi Randika benar-benar tidak memedulikan perasaannya!

Deviana benar-benar marah, sejujurnya dia sendiri tidak tahu kenapa bisa marah seperti ini. Mungkin dia mengharapkan suasana romantis dulu sebelum berciuman?

Randika masih bernapas dengan berat, nafsu dalam dirinya sama sekali belum mereda. Obat dari kakek ketiganya ini memiliki efek samping yang terlalu kuat. Pertama kali dia merasakannya, dia bisa meredamnya dengan bantuan Inggrid. Tetapi kali ini, dia benar-benar hampir melakukan tindakan kriminal.

"Ah… Dev, ini semua salah sangka. Dengarkan penjelaskanku." Randika sedikit malu. Meskipun dia ini serigala, dia adalah serigala yang elegan dan lembut. Mana mungkin dia berbuat tidak elok seperti tadi?

Tetapi serigala tetaplah serigala, nafsu Randika sebagai lelaki memanglah kuat dari dulu jadi tidak heran apabila dia menjadi gelap mata.

Tetapi dia yang sekarang sudah berbeda!

"Apa memangnya alasanmu?" Kata Deviana sambil marah-marah. "Kamu sudah berbuat lancang seperti itu dan masih mencari-cari alasan?"

"Dev, kadang mata itu tidak bisa melihat kebenaran yang ada." Kata Randika dengan nada menenangkan.

Mendengar hal ini, Deviana makin marah. Jelas yang diperbuat Randika barusan tidak dia lihat dengan mata melainkan dia merasakan lewat bibirnya! Namun yang membuatnya makin marah adalah Randika yang masih berusaha membenarkan dirinya, orang ini selalu ingin berdebat.

"Terserah kamu mau ngomong apa, jangan pernah dekati aku lagi." Deviana sudah tidak peduli dengan Randika, dia berputar dan berjalan pergi.

"Ah! Tunggu!" Hati Randika mengepal. Dia sudah lama membangun hubungan dengan Deviana jadi Randika tidak ingin hubungannya berakhir begitu saja.

Tetapi, tiba-tiba ada mobil yang melaju ke arah sisi jalan dengan kecepatan tinggi dan mobil itu mengarah ke Deviana!

Randika dengan cepat menyadarinya dan hatinya langsung mengepal.

"AWAS!"

Randika sudah berlari sambil berteriak pada Deviana, tetapi semuanya sudah terlambat. Mobil itu benar-benar cepat dan sudah berada di dekat Deviana. Meskipun Randika memiliki julukan seorang Ares, dia tetap tidak akan sempat menyelamatkannya tepat waktu.

DUAK!

Deviana mendengar teriakan "awas" milik Randika dan menoleh ke arah mobil. Karena jaraknya benar-benar sudah dekat, Deviana sama sekali tidak bisa bereaksi. Dia hanya bisa pasrah dan terpental beberapa meter seperti layangan.

"Dev!" Randika langsung merasakan firasat buruk ketika dia menangkap Deviana yang terpental tersebut. Meletakannya di tanah, Deviana tampak tidak merespon dirinya.

Pada saat yang sama, mobil itu berhenti dan orang yang sedang mabuk itu turun dari mobilnya.

"Perasaan aku nabrak sesuatu deh." Pandangan orang itu sedikit kabur tetapi ketika dia melihat Randika yang memeluk Deviana, orang ini bergumam pada dirinya. "Sialan, lagi-lagi harus keluar uang buat orang lain."

"Ah peduli setan, toh orang itu juga pasti mati. Lebih baik aku pergi sebelum dia menuntut ganti rugi." Pria itu menggelengkan kepalanya dan hendak kabur. Ketika dia mau masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba pintu mobilnya tertutup. Ketika menoleh, ternyata sudah ada orang di sampingnya.

"Bajingan, kau ini nakut-nakuti saja!" Pria ini benar-benar terlihat terkejut. "Sudah pergi sana! Aku masih ada perlu."

Namun, nafsu membunuh Randika sudah menyebar dari dalam dirinya. Tanpa berkata apa-apa, Randika sudah mencekik orang mabuk ini dan membenturkannya pada mobilnya!

DUAK!

Hantaman pertamanya membuat darah berkucuran dari dahinya.

"Kau berani melukaiku?" Pria tersebut awalnya terkejut ketika tiba-tiba dicekik, sekarang dia benar-benar marah. Tanpa menjawab apa pun, Randika sudah menghantamnya sekali lagi.

Kali ini, kepala pria tersebut membentur kaca jendela!

DUAK!

Meskipun suaranya keras, jendela kaca mobil ini sepertinya tidak menunjukan tanda-tanda akan pecah.

Para pejalan kaki sudah melihati mereka sejak tadi. Ketika mereka melihat Deviana yang terkapar tidak sadarkan diri dan pria itu hendak kabur, perasaan mereka penuh dengan simpati terhadap Randika.

Orang yang tidak tahu diri semacam itu memang pantas untuk mati!

Orang-orang ini memang membenci orang yang tidak bertanggung jawab dan bertingkah seolah hukum bisa dibeli, mereka semua sudah muak!

Randika sama sekali tidak berhenti, kali ini kepala pria tersebut menghantam pintu.

"Aku pastikan kau akan mati oleh seribu jarum!" Meskipun terluka, pria tersebut sama sekali tidak takut dengan Randika.

Randika tidak peduli, dia hanya sedikit demi sedikit menambah tenaganya dan menghantamnya lagi.

Setelah hantamannya yang ketujuh, pria tersebut sudah tidak sadarkan diri.

Randika lalu melempar pria hina itu ke tanah. Kemudian dia segera kembali ke Deviana dan memeriksa denyut nadinya. Melihat adanya harapan, Randika segera menusuk titik akupunturnya untuk menghentikan pendarahan internalnya.

Setelah itu, dia menggendongnya dan berlari ke rumah sakit terdekat!

Para pejalan kaki ini melihat Randika yang menggendong Deviana dan menawarkan bantuan. "Nak, kau ingin membawa pacarmu itu ke rumah sakit? Naiklah…"

Namun, sebelum dia selesai berbicara, Randika sudah berlari sekuat tenaganya. Orang itu jelas terkejut, ternyata pemuda itu lari bagaikan angin!

Bagaimana bisa orang lari secepat itu?

Randika sama sekali tidak peduli dengan tatapan heran orang-orang. Dia hanya fokus pada Deviana dan semakin lama dia membiarkannya, semakin buruk kondisinya.

Dia tidak akan membiarkan perempuan manis dan berharga diri tinggi ini mati!

Sepanjang jalan, para pejalan kaki terkejut ketika angin kencang melewati mereka dan sosok pria sedang berlari sambil menggendong perempuan. Kecepatan larinya hampir sama dengan kecepatan mobil, benar-benar luar biasa!

Randika benar-benar cemas, dia sama sekali tidak berhenti untuk menarik napas. Dia juga tidak peduli dengan rambu lalu lintas sambil menghindari mobil dan orang yang menghalangi jalur larinya.

Randika tidak cuma asal menggendong Deviana dengan kedua tangannya itu. Kedua tangannya secara stabil menyalurkan tenaga dalamnya dan melindungi Deviana. Dia baru saja mengecek kembali denyut nadi milik Deviana dan hasilnya tidak bagus. Jika Deviana tidak segera mendapatkan pertolongan, kemungkinan besar dia akan mati!

Setelah berlari sekuat tenaga selama satu menit lebih, akhirnya Randika berhasil tiba di rumah sakit.

"Siapapun tolong!"

Randika berteriak keras, membuat semua mata tertuju padanya. Para perawat menghampiri dan mengantar Randika ke UGD.

Tak lama kemudian, beberapa dokter datang dan membawa Deviana ke ruang operasi.

Randika hanya bisa menunggu di luar dengan hati yang cemas. Setelah satu jam berlalu, seorang dokter menghampirinya.

"Bagaimana keadaannya dok?" Randika bertanya dengan cemas.

Dokter itu menganggukan kepalanya. "Operasi berjalan dengan lancar. Untungnya pasien tiba tepat waktu dan organ internalnya tidak mengalami pendarahan yang parah. Tetapi pasien perlu menginap beberapa hari agar kami bisa mengecek kondisinya lebih lanjut."

Mendengar bahwa Deviana akan baik-baik saja, Randika menjadi lega. Randika lalu pergi menuju resepsionis untuk mengurus prosedur yang ada. Setelah membayar biaya operasi dll, Randika segera menuju kamar Deviana berada.