Legenda Dewa Harem

Chapter 156: Malam Pertama



Ketika Randika menciumnya, rasa lembut itu langsung mengisi dirinya.

Bagi Inggrid tubuhnya justru terasa kaku beberapa saat, tetapi kemampuan Randika dalam memimpin sangatlah bagus. Merasakan ketegangan yang dimiliki Inggrid, Randika tidak langsung bermain dengan lidahnya. Dia berusaha membuat Inggrid menikmatinya dan membuatnya tenang dulu, kelembutan ini membuat Inggrid makin lama makin tenang dan mulai menikmatinya.

Sebelum malam ini, Inggrid selalu melawan ketika dicium oleh Randika. Kali ini dia benar-benar menggunakan hati dan jiwanya bersatu dengan pria yang dicintainya. Dia benar-benar tenggelam dalam sensasi ini, tetapi sekarang dia meminta lebih.

Awalnya Randika lah yang mengatur tempo tetapi sekarang Inggrid lah yang semakin liar. Inggrid semakin erat memeluk Randika dan mulai memainkan lidahnya. Pada saat yang sama, Randika makin membuatnya leleh dengan kemampuan menciumnya.

Randika dengan ganas menjelajah seluruh tubuh Inggrid, setiap inci tubuh ini, setiap tarikan napas, semua hal yang mengenai Inggrid adalah miliknya. Tangannya tidak pernah berhenti menyerang dada Inggrid. Rasa empuk yang luar biasa itu mengisi penuh tangannya, meskipun masih dibalut oleh beha keempukan itu sama sekali tidak berkurang.

Puting Inggrid sudah lama mengeras berkat rangsangan Randika, seluruh tubuhnya seakan-akan menjadi ringan dan bertambah panas.

Ciuman ini sudah berlangsung 1 menit, Inggrid benar-benar kehabisan napasnya. Randika sudah berniat untuk melanjutkan hubungan ini lebih lanjut.

Inggrid membuka matanya dan melihat Randika sangat dekat dengan wajahnya. Randika tampak sedikit tertatih-tatih sambil tersenyum padanya. Namun, Inggrid sudah tidak bisa menahan desahannya ketika Randika kembali meremas dadanya.

"Bagaimana sayang?" Kata Randika sambil tersenyum. "Apakah aku berhasil membuatmu keluar?"

Inggrid tersipu malu, tentu saja dia sudah keluar lebih dari sekali. Ketika Inggrid ingin membalasnya, mulutnya kembali ditutup oleh Randika.

Bagaikan badai, kedua lidah itu bertempur sekali lagi. Inggrid makin menggila dan makin antusias melakukannya. Mereka mulai berguling sambil terus berciuman, kadang Inggrid di atas, kadang Randika yang di atas.

Setelah foreplay selama itu, Randika merasa bagian bawahnya sudah mulai sakit dan ingin meledak. Dia mulai membuka bajunya. Setelah bajunya terbuka, dia segera membuka celananya.

Melihat Randika yang membuka bajunya di atasnya, Inggrid kembali menutup matanya. Tetapi rasa penasaran membuatnya membuka matanya, dia ingin melihat tubuh telanjang Randika. Dan tentu saja, dada bidang, perut sixpack dan otot-otot lainnya terlihat sungguh menggoda. Mau tidak mau Inggrid sedikit merasa kagum, tetapi tiba-tiba Randika membuka celana dalamnya!

"Tidak!"

Inggrid memalingkan wajahnya, dia masih belum siap melihat pemandangan vulgar itu.

"Sayang, jangan khawatir. Bukalah matamu dan lihatlah." Kata Randika dengan nada yang lembut.

"Tidak mau…"

Inggrid masih menutup matanya, dia masih merasa malu.

Randika tidak terburu-buru meskipun hawa nafsunya sudah mencapai puncaknya. Dia kembali menindih Inggrid dan menciumnya kembali. Kali ini, dia bekerja dari atas dan mulai turun ke bawah. Pada saat yang sama tangannya sudah melucuti pakaiannya Inggrid.

Piyama itu mulai terbuka dan sekarang hanya tinggal beha dan celana dalam Inggrid yang menghalangi Randika.

Satu set beha dan celana dalam berwarna biru itu benar-benar menggoda. Di balik semua itu, ada keindahan yang sudah lama dinantikan oleh Randika.

Randika kembali menatap Inggrid dalam-dalam. Pada saat ini Inggrid masih menutup matanya, dia benar-benar mempercayakan semuanya pada Randika.

Randika mencium pundak dan leher Inggrid, kemudian dia mulai turun ke bawah dan mencapai ke bagian dada.

Bersamaan dengan desahan erotis dan keadaan yang makin memanas, malam ini ditakdirkan akan menjadi malam pertama bagi pasangan suami istri ini.

.............

Hari berikutnya, Inggrid terbangun dan membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah Randika yang tersenyum sedang mengelus rambutnya.

Sambil merasa malu, Inggrid bertanya. "Kenapa?"

"Aku cuma tidak menyangka, kenapa istriku tercinta begitu cantik." Kata Randika sambil tertawa. Setelah hubungan badan mereka yang pertama, sifat Inggrid benar-benar telah berubah. Sebelum ini Inggrid bagaikan sosok orang dewasa yang keras, bagaikan bunga yang kehilangan kecantikannya meskipun bunga itu terkenal cantik. Tetapi setelah kejadian semalam, bunga itu berhasil mekar dengan sempurna dan memancarkan keindahannya pada dunia. Istrinya jadi jauh lebih cantik.

Randika yang merasa bahagia mencium kembali Inggrid, yang tentu saja disambut dengan baik.

"Sayang, kamu mau melakukannya lagi?"

Randika berbisik di telinga Inggrid.

"Tidak!" Inggrid tersipu malu dan menolaknya dengan cepat. Tubuh bagian bawahnya masih terasa sakit.

Tubuhnya benar-benar merasa kebas, butuh beberapa saat bagi dirinya untuk menghilangkan rasa sakitnya ini.

Randika juga tidak terburu-buru, istrinya ini juga tidak akan pergi ke mana-mana.

Keduanya lalu tiduran lagi sambil menonton TV. Sambil berpelukan dan mengintip Inggrid yang masih bugil itu, nafsu Randika mulai naik kembali.

Dan ketika Inggrid memakai pakaiannya, Randika masih berusaha mengajak Inggrid untuk melakukannya lagi. Meskipun kemarin mereka melakukannya lebih dari 4x, tubuh Inggrid benar-benar membuat Randika tidak bisa melupakannya.

Setelah berusaha dengan keras menolak Randika, kedua orang ini berpakaian dan turun ke bawah untuk makan.

Makanan sudah tertata rapi di atas meja, tetapi Ibu Ipah tidak terlihat. Sepertinya dia sedang pergi.

"Ayo sayang makan yang banyak," Randika langsung menyodorkan banyak makanan di piring Inggrid. "kamu harus memulihkan staminamu itu agar nanti malam kita bisa melakukannya lagi.

Inggrid menundukan kepalanya sedangkan Randika terlihat bingung.

Mungkinkah dirinya terlalu memaksa?

Tetapi, Inggrid Elina sudah berubah. Dia sudah tidak marah-marah lagi terhadap kegenitan suaminya itu.

"Bukankah telur lebih bagus buatmu? Aku dengar-dengar itu lebih baik untuk vitalitas pria." Kata Inggrid.

"Tidak masalah, suamimu ini punya tubuh yang kuat. Aku bisa melakukannya seharian kalau aku mau." Kata Randika sambil berkedip pada Inggrid.

Inggrid langsung tersipu malu. Dia kembali mengingat malam pertama mereka dan Randika yang terus menerus menghantam pistonnya itu. Inggrid merasa dirinya melayang ke langit karena sensasi tersebut.

"Lagipula kamu pasti capek sekali kan kemarin? Aku sendiri tidak menyangka kamu akan seagresif itu. Nanti kita kembangkan lagi kemampuanmu itu." Kata Randika sambil tertawa.

"Apaan sih." Inggrid langsung memalingkan wajahnya, wajahnya sudah benar-benar merah. Kemarin malam ketika suasananya makin menggila, Inggrid menindih Randika dan mulai bergerak sendiri. Dengan dirinya yang berada di atas benar-benar membuat Inggrid bisa menemukan titik nikmatnya sendiri dan mengatur iramanya. Tetapi kata-kata Randika barusan membuatnya dia tergeleng-geleng, kenapa bisa dia bertindak seperti itu?

Melihat rona wajah merah di wajah Inggrid, Randika ingin menggodanya lagi. Sarapan ini benar-benar paling menyenangkan yang pernah mereka berdua rasakan.

Setelah sarapan yang menyenangkan ini Inggrid menatap Randika dan berpikir ketika dirinya meninggalkan Randika demi kembali ke keluarganya, apakah dia tidak bisa melihat sosok pria yang dicintainya ini? Memikirkan hal ini membuat Inggrid tidak bisa menahan rasa sedihnya itu.

Dia baru pertama kali merasakan rasa bahagia seperti ini dalam hidupnya, dia tidak ingin hubungan ini berakhir.

"Lagi mikirin apa?" Melihat Inggrid yang mengerutkan dahi, Randika penasaran.

"Tidak apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan pekerjaan." Kata Inggrid sambil tersenyum.

Inggrid lalu berdiri dan mengatakan. "Aku hari ini akan ke kantor."

Namun, bukannya pergi ke lantai atas untuk berganti baju Inggrid justru menghampiri Randika.

"Hmm? Kenapa sayang? Masih belum puas?" Randika kemudian mencubit hidung Inggrid dan tersenyum.

Tiba-tiba, Inggrid mencium Randika! Ciuman mendadak ini membuat Randika terkejut tetapi dia secara otomatis meresponnya.

Setelah 1 menit, kedua orang ini berpisah.

"Aku pergi dulu ya." Kata Inggrid.

"Baiklah, hati-hati di jalan. Nanti aku akan menyusulmu, kalau aku datang dan melihatmu menyiksa diri lagi, siap-siap menerima hukumannya." Kata Randika sambil tertawa. Dia tidak menyadari air mata yang menetes di mata Inggrid.

Hati Inggrid benar-benar terasa sakit. Sambil membelakangi Randika, dia mengangguk. Perpisahan ini benar-benar membuat dirinya tidak bisa menahan air matanya.

Setelah mengantar kepergian Inggrid, Randika benar-benar merasa bahagia. Dia merasa segar dan bertenaga, suasana hatinya benar-benar bagus. Bahkan luka internalnya sudah tidak pernah kambuh dan sup obat kakeknya itu benar-benar membantu dirinya. Dia merasa dirinya telah bertambah muda beberapa tahun.

Dengan wajah gembira, Randika juga pergi dari rumah.

Namun, dia tidak langsung pergi ke kantor, dia menuju rumah sewaannya Indra.

Dia sudah lama tidak menengok adik seperguruannya itu. Dia tidak tahu kegiatan apa yang dilakukan oleh Indra akhir-akhir ini.

Ketika dia sampai di rumahnya Indra, dia bisa mendengar suara tawa yang keras.

Dan ketika dia membuka pintu kamarnya, dia melihat Indra dan boneka ginseng sedang tertawa bersama.

Melihat Randika, Indra langsung tersenyum. "Kakak seperguruan!"

Ketika boneka ginseng itu melihat Randika, ia juga bahagia. Dengan cepat ia memanjat ke pundaknya Randika kemudian menjulurkan tangannya yang gemuk dan putih itu. Dia mulai mencolek-colek pipi Randika.

"Geli tahu, hentikan!" Randika merasa tidak berdaya, boneka ini lama-lama makin nakal.

"Hah!? Kak, sejak kapan boneka ginseng ini akrab sama kakak?" Indra terlihat bingung. Selama ini kakak seperguruannya itu terobsesi dengan sahabatnya itu dan mereka bisa dikatakan adalah musuh. Kenapa mendadak mereka terlihat akrab?

"Aku dan boneka ini sudah saling memahami satu sama lain." Randika tertawa dan duduk di samping Indra. Boneka ginseng itu lompat dan mendarat di kepala Indra. Sepertinya ia paling menyukai kepala Indra sebagai tempatnya untuk tidur.

"Itu bagus sekali! Dulu kakak pernah ngomong mau memakannya, untung kakak sudah bersahabat dengannya." Kata Indra sambil tersenyum. Tetapi ketika mendengar kata 'memakannya', boneka ginseng itu terlihat kaget dan melompat-lompat di kepala Indra. Kedua tangan mungilnya menjambak rambut Indra.

"Oh? Aku salah ngomong?" Tanya Indra.

"Omong-omong bagaimana perkembangan bela dirimu? Aku hari ini nganggur, aku bisa memberikanmu arahan." Kata Randika sambil tersenyum.

Mata Indra tampak berbinar-binar, dia kemudian berdiri. "Kakak baik sekali! Tolong lihat teknikku ini dan katakan di mana salahnya."

Indra yang tiba-tiba berdiri itu membuat boneka ginseng di kepalanya langsung jungkir balik dan terjatuh di kasur.

Randika tidak bisa berhenti tertawa ketika melihat ekspresi sedih boneka ginseng tersebut. Sepertinya boneka itu pertama kalinya dicueki oleh Indra.

..........

Setelah mengajari Indra, Randika meninggalkan rumahnya Indra dan berjalan menuju kantornya.

Ketika dia sampai, Randika langsung menuju ruangannya seperti biasa. Saat dia sampai, Randika langsung disambut oleh para bawahannya.

"Pak Randika terlambat lagi, hati-hati pak nanti bisa-bisa dipecat."

"Bodoh kamu, atasan kok dipecat!" Semuanya tertawa mendengar lelucon ini.

"Oh? Pak Randika hari ini terlihat senang, habis main cewek ya pak?"

"Ceweknya pasti cantik ya pak, pantas rasanya dompet bapak terlihat tipis hari ini."

Para lelaki mesum ini tidak pernah lepas dari guyonan mesum, Randika tidak mempermasalahkannya. Justru lelucon seperti ini membuatnya lebih dekat dengan bawahannya.

"Sudahlah, pak Randika ini pantas mendapatkannya. Lagipula uangnya juga banyak."

Randika kemudian tersenyum dan bercanda dengan mereka. Namun, tiba-tiba ada suara membentak datang dari belakang mereka.

"Kalian ini ya, dilepas sedikit langsung malas. Sana kembali kerja."

Melihat Kelvin yang datang, semuanya kembali bekerja. Kelvin sangat keras pada mereka, semuanya takut padanya. Jika Kelvin mau, mereka benar-benar akan dipecat.

Randika menyadari hari ini Viona tidak ada di tempat, rasanya dia masih cuti untuk merawat neneknya itu. Setelah memberikan arahan pada Kelvin, Randika segera berjalan menuju kantornya Inggrid.