Legenda Dewa Harem

Chapter 145: Es Campur



Melihat darah yang dirinya muntahkan, Yosef memiliki ekspresi tidak percaya. Baru saja dia mengeluarkan serangan tercepatnya dan lawannya dengan mudah mementalkannya hanya dengan satu pukulan.

"Uhuk, uhuk!"

Yosef masih terus terbatuk sambil menatap wajah tenang Randika.

Randika lalu berjalan menghampirinya. "Jadi kita bisa menjadi orang suruhan keluarga Alfred dengan kemampuan sepertimu. Sayangnya aku ini jauh lebih kuat daripada ini. Kalau orang lain mungkin kau bisa menggertak mereka."

Sambil tersenyum, Randika menggenggam tangan Yosef.

"Yang aku paling tidak suka adalah sikap semena-menamu itu jadi kau harus menerima sebuah pelajaran. Kalau di hukum dunia bawah, pilih tangan yang mana?"

Yosef benar-benar ingin muntah darah lagi ketika mendengarnya.

"Aku… adalah orang suruhan keluarga Alfred…"

Bahkan sebelum Yosef selesai berbicara, Randika sudah menendang wajah Yosef hingga salah satu giginya copot.

"Coba tebak aku siapa? Aku adalah preman di kota ini, semua orang akan berputar kalau melihat aku." Randika mendengus dingin dan menendangnya lagi.

Rasa dominasi ini sudah lama tidak dia rasakan, masa-masa jayanya dia senang memukuli orang-orang arogan seperti Yosef ini.

"Tolong hentikan." Yosef sudah diambang batasnya. Rasa sakit ini benar-benar sudah tidak tertahankan. Kenapa hari ini tidak berjalan sebagaimana semestinya? Hari ini benar-benar mimpi buruk baginya, dia harusnya menikmati hari ini di pelukan polisi cantik justru sekarang dia dihajar oleh seorang bocah.

"Randika hentikan, sudah cukup. Kalau sampai ada yang mati maka masalah akan menjadi rumit." Deviana dengan cepat menghentikan Randika dan menariknya. Bagaimanapun juga, pria itu adalah tamu kehormatan direkturnya. Keadaan benar-benar akan menjadi rumit kalau dia sampai mati.

"Kalau bu Devi yang mengatakannya, aku akan memberimu wajah." Randika tertawa lalu berjalan berjongkok dan berkata pada Yosef yang masih meringkuk kesakitan di bawah. "Kenapa kau masih ada di sini? Cepat berdiri dan pergi dari sini."

Yosef, dengan perasaan malu, berdiri dan mengatakan dengan nada benci. "Ingat-ingat saja kejadian hari ini! Aku akan…"

"Apa? Kau mau apa?" Randika dengan cepat menyela dan tangan kanannya sudah terangkat. Sepertinya dia akan memukul Yosef lagi.

Melihat hal itu Yosef dengan cepat bergemetaran. Lawannya kali ini benar-benar kuat, dia sama sekali tidak berdaya.

"Tunggu saja pembalasanku!"

Setelah berkata seperti itu, Yosef lari terbirit-birit tanpa melihat ke belakang. Kejadian berdarah ini membuat penasaran staff hotel dan orang-orang yang lewat, tetapi pada akhirnya mereka mencuekinya karena melihat ada seorang polisi di sana dan tidak ingin terlibat. Mungkin orang yang lari dan terluka itu seorang penjahat?

Deviana menutupi tawanya itu dengan kedua tangannya. "Kamu memang misterius."

"Kamu hanya menilai buku dari sampulnya saja, kamu masih belum mengenalku." Randika kemudian menghampiri Deviana dan menggandeng tangannya.

"Karena hari sudah siang dan aku masih belum makan, ayo kita lanjut mengobrol di tempat makan."

"Baiklah… APA?" Deviana terkejut mendengarnya.

"Hmm? Bukankah tadi aku sudah mengatakannya? Aku ingin mengajakmu makan dan berbicara tentang masalahku, mungkin kita bisa membahas yang lain juga." Randika lalu tersenyum.

"Siapa memangnya yang mau menemanimu?" Suasana hati Deviana kembali memburuk. "Aku tidak berjanji apa-apa padamu dan aku sedang sibuk. Aku harus melaporkan kejadian ini."

Haloooo, bukannya aku barusan menyelamatkanmu?

Sepertinya saraf cinta perempuan ini benar-benar tumpul.

"Terkadang aku heran denganmu." Randika menghela napas lalu membiarkan Deviana pergi. "Lupakan saja masalah hari ini, aku sudah capek."

Mendengar kata-kata tersebut, Deviana merasa sedikit tidak enak. Dia lalu berputar dan berkata pada Randika sambil tersenyum. "Terima kasih atas bantuanmu tadi."

"Sama-sama, tetapi aku tidak akan melakukannya lagi." Kata Randika sambil berusaha terlihat keren.

"Ran, berhati-hatilah sama orang itu." Kata Deviana dengan wajah serius. "Meskipun aku tidak tahu asal-usulnya, dia memiliki latar belakang yang kuat. Kalau tidak direkturku tidak akan menghormatinya sebegitu besar."

"Aku tidak peduli sama mereka. Bahkan jika seekor naga yang datang padaku, aku akan mengulitinya. Terlebih lagi cecunguk tadi hanyalah seorang suruhan. Jika dia berani datang lagi maka aku jamin tubuhnya tidak akan meninggalkan kota ini utuh-utuh." Kata Randika.

Deviana membalasnya dengan wajah marah. "Maksudku berhati-hatilah sama keluarga Alfred."

"Keluarga Alfred?" Randika memiringkan wajahnya. "Aku tidak pernah mendengar nama itu, memangnya kamu pernah?"

"Aku tidak pernah mendengarnya tetapi tetap saja kamu harus hati-hati." Deviana merasa berbicara dengan orang bodoh.

"Jangan khawatir, bukannya keluarga itu cuma keluarga kaya lainnya?" Randika mengibaskan tangannya. "Mereka tidak akan bisa menyentuhku kalau aku tidak keluar dari kota ini."

"..."

Deviana sudah kehabisan kata-kata, kenapa bisa Randika bersikap begitu arogan?

"Pokoknya ingatlah kata-kataku tadi, aku sekarang harus pergi." Kata Deviana.

"Ah! Tunggu! Kenapa kamu terburu-buru begitu? Kita sudah tidak lama berjumpa." Melihat Deviana yang hendak pergi, Randika dengan cepat mencegatnya sambil tersenyum.

Deviana sedikit merasa aneh dan mundur selangkah, tetapi pada saat ini, Randika berhasil merangkul pinggangnya. Kali ini Deviana tidak bisa kabur.

"Bukankah aku tadi menyelamatkanmu? Berdasarkan perjanjian kita, aku harus meminta imbalan sebagai gantinya." Kata Randika sambil menatap bibir mungil milik Deviana.

Meskipun Deviana tidak kalah cantik dengan Inggrid maupun Viona, karena rasa keadilannya yang tinggi dan pekerjaannya yang penuh dengan aksi, menaklukan hatinya benar-benar lebih sulit daripada memanjat langit.

Deviana awalnya memberontak dan berusaha melepaskan diri tetapi genggaman Randika ini benar-benar kokoh. Sambil tersenyum, Randika berkata padanya. "Sudahlah, ngapain kamu malu-malu begitu?"

Pada saat ini, sepasang tamu keluar dari hotel melirik mereka terus membuang tatapan mereka. Sedangkan sepasang kakek-nenek yang sedang berjalan menatap Randika dan Deviana hanya bisa bergumam.

Dasar anak muda, selalu mencari rangsangan baru. Sejak kapan ada orang yang suka roleplay dengan menjadi polisi dan penjahat? Dunia ini benar-benar sudah menjadi gila!

"Lepaskan aku!" Deviana terus-menerus melawan tetapi dia benar-benar bukan lawan Randika. Di tengah perlawanannya itu, bibir merahnya itu tiba-tiba dicium oleh Randika.

Ah!

Mata Deviana terbuka lebar dan untuk sejenak mereka berdua tenggelam dalam dunia mereka. Namun, setelah beberapa detik Deviana tersadar dan dia dengan cepat menjadi marah. Bisa-bisanya Randika menciumnya!

Randika, tentu saja, tidak berhenti menciumnya sebelum dirinya puas. Setelah beberapa saat, dia mundur sambil menghindari tamparan Deviana dan berkata sambil tersenyum. "Dev, bibirmu terasa manis. Tadi kamu minum es campur?"

Mendengar kata-kata itu Deviana semakin marah. Setelah mengomeli Randika selama beberapa menit, dia dengan cepat meninggalkannya dengan wajah cemberut.

Dia sudah tidak ingin berbicara dengan Randika lagi, dia juga tidak peduli apabila Yosef akan membalas dendam padanya.

Randika hanya menggelengkan kepalanya, dia lalu pergi mencari makan.

Setelah makan, dia kembali ke kantornya.

Saat dia kembali ke ruangannya, tidak ada pekerjaan sama sekali untuknya. Tugasnya hanya sebagai pengawas dan memberi arahan pada Kelvin, sekarang keadaan masih berjalan lancar jadi Randika tidak mempunyai pekerjaan.